Selasa, 09 Agustus 2011

EMPAT LANGKAH MEMBACA KITAB

EMPAT LANGKAH MEMBACA KITAB
(alternatif penyederhanaan berpikir bagi pemula)
Membaca : proses mengamati mengamati untuk mengambil isi
Kitab : di sini teks-teks berbahasa Arab

Kitab
Bayangkan saja bahwa kitab/buku bisa terdiri dari beberapa juz/jilid/bagian
Setiap bagian bisa terdiri dari beberapa fasal/ judul/ alenia/paragraf
Setiap paragaraf bisa terdiri dari beberapa kalimat
Sebuah kalimat terdiri dari beberapa huruf

Dari sini tentu saja modal dasarnya adalah TELAH MENGENAL HURUF ARAB dan bisa membacanya /bisa baca ALQURAN

Langkah-lamgkah membaca kitab:
  1. Mengenal/identifikasi kata
  2. Menegnal/identifikasi kalimat
  3. Mengenal/identifikasi arti /makna
  4. Mengenal/identifikasi pengertian /faedah

1.      Mengenal/identifikasi kata
Maksudnya jika diajukan sebuah teks Arab maka ia dapat menghitung banyaknya kata dalam teks trsb dan mengelompokkan kata-kata tersebut
Dalam langkah ini intinya mengenal pembagian kata /kalimah dalam bahasa arab menjadi tiga bagian pokok.
  • Isim = mirip-mirip kata benda
  • Fi’il =mirip-mirip kata kerja
  • Huruf= bukan huruf sebagai ejaan /hijaiyyah namun merupakan jenis kata juga,
Tentu saja bisa mengenali ciri-ciri ketiganya.

KALIMAT (bahasa Indonesia ) = JUMLAH/KALAM (bahasa Arab)
KATA (bahasa Indonesia) = KALIMAH/KALIMATUN (bahasa Arab)




2.      Menegnal/identifikasi kalimat
Maksunya stelah mengenal jenis kata/kalimah, jika diajukan sebuah teks Arab dapat mengenali pola-pola kalimatnya, yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua :
JUMLAH ISMIYYAH
JUMLAH FI’LIYYAH

JUMLAH ISMIYYAH adalah jumlah yang kata pertamanya adalah KATA/KALIMAH ISIM, pola dasarnya adalah MUBTADA’ + KHOBAR dengan berbagai variasinya.
MUBTADA’ = pokok kalimat, sedang  KHOBAR adalah keterangan /predikatnya

JUMLAH FI’LIYYAH adalah jumlah yang kata pertamanya adalah berupa KATA/KALIMAH FI’IL, pola dasarnya FI’IL+ FA’IL, dengan berbagai variasinya

Jika dalam jumlah/kalimat tersebut kata pertamanya berupa kata/kalimah huruf, maka dilihat kata-kata setelahnya sampai menemukan isim atau fi’il, sehingga dapat dikelompokkan kepada salah satu pola di atas, dan tidak disebut jumlah harfiyyah.

Dalam bahasan tahap ini ada juga SERUPA JUMLAH, frase /gabungan beberapa kata/kalimah yang mempunyai istilah sendiri, susunan JAR + MAJRUR dan MUDLOF + MUDLOF ILAIH


3.      Mengenal/identifikasi arti /makna
Mengenal arti tentu saja mengenal kosa kata/ mufrodat bahasa arab, paling mudah menggunakan kamus.
Di sini perlu juga memahami cara membaca kamus bahasa arab



4.      Mengenal/identifikasi pengertian /faedah

Jika tiga langkah di atas sukses tentu saja sudah terbuka jalan untuk memahami sebuah teks Arab, selanjutnya tentu saj masih ahrus disempurnakan denga ilmu lain termasuk ilmu sastranya BALAGHOH dan lain-lain,

Mungkin sedikit gambaran garis besar bagi pemula sehingga punya sedikit gambaran mengenai ilmu nahwu. Semoga menjadi pendorong . amien
 WALLHU A’LAM

BAB IDGHAM

الْإِدْغَامُ
IDGHAM

وَالْمُضَاعَفُ يَلْحَقُهُ الْإِدْغَامُ, وَهُوَ: أَنْ تُسْكِنَ الْأَوَّلَ, وَتُدْرِجَ فِيْ الثَّانِيْ, وَيُسَمَّى الْحَرْفُ الْأَوَّلُ: مُدْغَمًا, وَالثَّانِيْ: مُدْغَمًا فِيْهِ

Pada bina’ Mudha’af terdapat IDGHAM, yaitu: kamu harus mematikan huruf yang pertama dan mengidupkan huruf yang kedua, maka huruf pertama disebut Mudgham, dan huruf kedua disebut Mudgham Fih.

وَذَلِكَ وَاجِبٌ فِيْ نَحْوِ: مَدَّ يَمُدُّ, وَأَعَدَّ يُعِدُّ, وَاعْتَدَّ يَعْتَدُّ, وَانْقَدَّ يَنْقَدُّ, وَاسْوَدَّ يَسْوَدُّ, وَاسْوَادَّ يَسْوَادُّ, وَاسْتَعَدَّ يَسْتَعِدُّ, وَاطْمَأَنَّ يَطْمَئِنُّ, وَتَمَادَّ يَتَمَادُّ.

Idgham itu wajib didalam contoh tashrif: MADDA – YAMUDDU, A’ADDA – YU’IDDU, I’TADDA – YA’TADDU, INQODDA – YANQODDU, ISWADDA – YASWADDU, ISWAADDA – YASWAADDU, ISTA’ADDA – YASTA’IDDU, ITHMA-ANNA – YATHMA-INNU, TAMAADDA – YATAMAADDU.

وَكَذَا هَذِهِ الْأَفْعَالُ إِذَا بَنَيْتَهَا لِلْمَفْعُوْلِ؛ نَحْوُ: مُدَّ يُمَدُّ, وَقِسْ عَلَى هَذَا نَظَائِرَهُ. وَفِيْ نَحْوِ: مَدَّ مَصْدَرًا.

Demikian juga wajib idghom contoh-contoh tashrif fi’il diatas, bilamana kamu membentuknya untuk Mabni Ma’lum (Mabni Majhul) contoh : MUDDA – YUMADDU, Dan kiaskanlah pada contoh ini untuk contoh lain persamaannya. Juga wajib idgham di dalam contoh MADDA sebagai isim masdarnya.

وَكَذَلِكَ إِذَا اتَّصَلَ بِالْفِعْلِ أَلِفُ الْضَّمِيْرِ, أَوْ وَاوُهُ, أَوْ يَاؤُهُ؛ نَحْوُ: مُدَّا مُدُّوْا مُدِّيْ.

Demikian juga wajib idgham, bilamana pada fi’il tsb bersambung dengan Alif dhamir, Wau dhamir atau Ya dhamir, contoh: MADDAA, MADDUU, MADDIY.

وَالْإِدْغَامُ مُمْتَنِعٌ فِيْ نَحْوِ: مَدَدْتُ, وَمَدَدْنَا, وَمَدَدْتَ... إِلَى مَدَدْتُنَّ, وَمَدَدْنَ, وَيَمْدُدْنَ, وَتَمْدُدْنَ, وَامْدُدْنَ, وَلَا تَمْدُدْنَ.

Idgham itu dilarang pada contoh tasrif: MADADTU – MADADNAA, MADADTA… hingga MADADTUNNA. MADADNA, YAMDUDNA, TAMDUDNA, IMDUDNA dan LAA TAMDUDNA.

وَجَائِزٌ إِذَا دَخَلَ الْجَازِمُ عَلَى فِعْلِ الْوَاحِدِ. فَإِنْ كَانَ مَكْسُوْرَ الْعَيْنِ؛ كَيَفِرُّ, أَوْ مَفْتُوْحَهَا؛ كَيَعَضُّ. فَتَقُوْلُ: لَمْ يَفِرَّ وَلَمْ يَعَضَّ بِكَسْرِ الْلَّامِ وَفَتْحِهَا, وَتَقُوْلُ: لَمْ يَفْرِرْ, وَلَمْ يَعْضَضْ بِفَكِّ الْإِدْغَام.

Dan idgham itu Jaiz/boleh, bilamana amil jazm masuk pada fi'ilnya yg tunggal: jika fi'il tsb berharakat kasrah 'Ain Fiilnya seperti YAFIRRA, atau berharakat fathah 'Ain Fiilnya seperti YA'ADHDHU, maka kamu ucapkan menjadi: LAM YAFIRRI/YAFIRRO dan LAM YA'ADHDHI/YA'ADHDHA dengan kasrah/fathah lam fiilnya. Atau kamu ucapkan menjadi: LAM YAFRIR dan LAM YA'DHADH dengan tanpa Idgham.

وَهَكَذَا حُكْمُ يَقْشَعِرُّ, وَيَحْمَرُّ, وَيَحْمَارُّ.
Dan seperti itu juga hukumnya (syarat jaiz idgham diatas) lafazh YAQSYA'IRRU, YAHMARRU, dan YAHMAARRU .

وَإِنْ كَانَ الْعَيْنُ مِنَ الْمُضَارِعِ مَضْمُوْمًا. فَيَجُوْزُ الْحَرَكَاتُ الثَّلَاثُ مَعَ الْإِدْغَامِ, وَفَكُّهُ, فَتَقُوْلُ: لَمْ يَمُدَّ بِحَرَكَاتِ الْدَّالِ, وَلَمْ يَمْدُدْ بِفَكِّ الْإِدْغَامِ.

Jika 'ain fi'il mudhari'nya (fi'il tunggal yg jazem) berharakat dhammah: maka boleh dengan tiga harakat beserta idgham. Atau tanpa idgham. Contoh kamu mengucapkan: LAM YAMUDDI/DA/DU dengan tiga harakat dal. Dan contoh LAM YAMDUD dengan tanpa idgham.

وَهَكَذَا حُكْمُ الْأَمْرِ, فَتَقُوْلُ: فِرَّ وَعَضَّ, بِكَسْرِ الْلَّامِ وَفَتْحِهَا.

Dan seperti itu juga hukum fi'il amarnya, maka kamu ucapkan : FIRRI/RA dan 'ADHDHI/DHA dengan kasrah atau fathah lam fiilnya.

وَإِنْ كَانَ مَضْمُومَ الْعَيْنِ. فَتَقُوْلُ: مُدَّ بِحَرَكَاتِ الدَّالِ, وَامْدُدْ.

Dan jika fiil amar tsb berharakat dhammah 'ain fiilnya, maka kamu ucapkan: (diidgham) MUDDI/DA/DU dengan tiga harakat. Atau (tanpa idgham) UMDUD.

وَتَقُوْلُ فِيْ اسْمِ الْفَاعِلِ: مَادٌّ مَادَّانِ مَادُّوْنَ, مَادَّةٌ مَادَّتَانِ مَادَّاتٌ, وَمَوَادُّ. وَتَقُوْلُ فِيْ اسْمِ الْمَفْعُوْلِ: مَّمْدُوْدٌ؛ كَمَنْصُورٍ.

Kamu ucapkan dalam isim fa'ilnya (wajib idgham): MAADDUN – MAADDAANI – MAADDUUNA, MAADDATUN – MAADDATAANI – MAADDAATUN, wa MAWAADDU. Dan kamu ucapkan dalam isim maf'ulnya: MAMDUUDUN seperti halnya MANSHUURUN (tanpa idgham).

اَلْكَلَامُ

menurut Syaikh Sonhaji dalam kitab Matan Jurumiah (awal bab):
اَلْكَلَامُ هو اَللَّفْظُ اَلْمُرَكَّبُ, اَلْمُفِيدُ بِالْوَضْعِ
Kalam ialah Lafadz yang tersusun,yang memberi faedah dengan bahasa Arab,

uraian :

[ اَللَّفْظُ ] Kalam merupakan lafadz atau ucapan atau sebuah kata maupun sebuah huruf,
contoh : ق (dibaca qi), bisa berarti kertas atau berarti "jagalah olehmu"

[ اَلْمُرَكَّبُ ] dengan syarat kata-kata itu tersusun dengan rapi seperti ada فعل dan اَلْفَاعِلُ contoh : قَامَ زَيْدٌ

[ اَلْمُفِيدُ ] yaitu memberi faedah, dengan uraian bahwa, orang yang mendengar lafadz tersebut dapat mengerti dan memahami maksud dan tujuan dari lafadz yang tersusun tersebut, sehingga orang lain sebagai lawan bicara tidak akan bertanya kembali.

[ بِالْوَضْعِ ] yaitu dengan bahasa Arab, selain bahasa Arab tidak dapat disebut kalam (menurut ki musonif)


:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
maaf,, baru bisa ngejeLasin sampe segini,, semoga bermanfaat,
bila kurang silahkan tambahkan,, bila salah tolong perbaiki,,

terima kasih,,

FASHAL FI'IL MUDHA'AF

فَصْلٌ فِي الْمُضَاعَفِ
Pasal menerangkan tentang Fi’il Mudha’af

وَيُقَالُ لَهُ: (الْأَصَمُّ) لِشِدَّتِهِ

Disebut juga Fi’il Ashom, dikarenakan kerasnya.

وَهُوَ مِنَ الثُّلاَثِيِّ الْمُجَرَّدِ, وَالْمَزِيْدِ فِيْهِ: مَاكَانَ عَيْنُهُ وَلَامُهُ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ؛ كَرَدَّ, وَأَعَدَّ؛ فَإِنَّ أَصْلُهُمَا: رَدَدَ, وَأَعْدَدَ؛ فَأُسْكِنَتِ الدَّالُ الْأُوْلَىْ, وَأُدْغِمَتْ فِيْ الْثَّانِيَةِ

Mudha’af dari fi’il tsulatsi mujarrad dan fi’il mazid fih, adalah kalimah fi’il yang ‘ain fi’il dan lam fi’ilnya terdiri dari huruf sejenis; seperti contoh RODDA dan A’ADDA; sesungguhnya asal keduanya adalah RODADA dan A’DADA; maka dal yang pertama disukunkan kemudian diidghamkan pada dal yang kedua.

وَمِنْ الْرُّبَاعِيِّ : مَا كَانَ فَاؤُهُ وَلَامُهُ الْأُوْلَىْ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ, وَكَذَلِكَ عَيْنُهُ وَلَامُهُ الْثَّانِيَةُ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ, وَيُقَالُ لَهُ: الْمُطَابِقُ أَيْضاً؛ نَحْوُ : زَلْزَلَ يُزَلْزِلُ زَلْزَلَةَ وَزِلْزَالاً

Adapun Mudha’af dari fi’il ruba’i: adalah kalmah fi’il yang fa’ fi’il dan lam fi’il pertama terdiri dari huruf sejenis, juga ‘ain fi’il dan lam fi’il kedua, terdiri dari huruf sejenis. Dan disebut juga “Fi’il Muthaabaq”. Contoh ZALZALA – YUZALZILU – ZALZALATAN wa ZILZAALAN

وَإِنَّمَا أُلْحِقَ الْمُضَاعَفُ بِالمُعْتَلاَّتِ؛ لِأَنَّ حَرْفَ الْتَّضْعِيْفِ يَلْحَقُهُ الْإِبْدَالُ؛ كَقَوْلِهِمْ: أَمْلَيْتُ بِمَعْنَى أَمْلَلْتُ وَالْحَذْفُ؛ كَقَوْلِهِمْ: مَِسْتُ وَظَِلْتُ بِفَتْحِ الْفَاءِ وَكَسْرِهَا فِيْهِمَا, وَأَحَسْتُ؛ أَيْ: مَسِسْتُ وَظَلِلْتُ وَأَحْسَسْتُ

Bahwasanya dimulhaqkannya fi’il mudhaaf pada fi’il mu’tal; karena sesungguhnya pada huruf tadh’if berlaku perubahan; contoh perkataan mereka: AMLAYTU asalnya AMLALTU. Juga berlaku pembuangan; contoh perkataan mereka: MASTU/MISTU, ZHALTU/ZHILTU dengan fathah atau kasrahnya fa’ fi’il keduanya, juga contoh AHASTU. Yakni asalnya: MASISTU, ZHALILTU dan AHSASTU.

The Wonderful Profile of Sayyid Muhammad Husein Tabataba'i Doktor Cilik Hafal dan Paham Al-Quran

Saat-Saat Menakjubkan di Dalam dan di Luar Negeri

Gedung bergaya Victoria itu berdiri dengan anggun diteduhi oleh pepohonan oak berusia tua. Suasana asri beralaskan rumput hijau dan bermandikan warna-warna pastel yang menghiasi gedung itu pastilah memberikan kesegaran pikiran kepada para siswa dan mahasiswa yang menuntut ilmu di dalamnya. Gedung itu adalah Hijaz College Islamic
University, terletak di jantung wilayah Kerajaan Inggris, sekitar 32 kilometer dari kota Birmingham. Di gedung itulah, pada bulan Februari 1998, seorang lelaki cilik berusia 7 tahun menjalani ujian doktoral. Lelaki cilik itu datang dari sebuah negeri yang sangat jauh, Negeri Persia. Di negerinya sendiri, dia sudah sangat terkenal sejak usianya baru 5 tahun.
Kini di sebuah negeri berperadaban Barat, lelaki cilik itu menjalani
ujian selama 210 menit, dalam 2 kali pertemuan. Ujian yang harus
dilaluinya meliputi 5 bidang : menghafal Al-Quran dan menerjemahkannya
ke dalam bahasa ibu, menerangkan topik ayat Al-Quran, menafsirkan dan
menerangkan ayat Al-Quran dengan menggunakan ayat lainnya dari
Al-Quran, bercakap-cakap dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran, dan
metode menerangkan makna Al-Quran dengan metode isyarat tangan. Di
sela-sela ujian, saat istirahat, dia bermain-main di halaman gedung,
layaknya seorang anak kecil berusia 7 tahun. Seorang doktor, salah
seorang anggota tim penguji, mendatangi lelaki ciliki itu untuk
mengeluhkan kepalanya yang terasa pusing. Si lelaki cilik bermata
bundar dengan bulu mata lentik itu memegang dahinya, membacakan doa,
lalu kembali bermain.
Setelah ujian selesai, tim penguji memberitahukan bahwa nilai yang
berhasil diraih lelaki cilik itu adalah 93. Menurut standar yang
ditetapkan Hijaz College Islamic University, peraih nilai 60-70 akan
diberi sertifikat diploma, 70-80 sarjana kehormatan, 80-90 magister
kehormatan, dan di atas 90 doktor kehormatan. Tepat pada tanggal 19
Februari 1998, lelaki cilik itu pun menerima ijazah Doktor Honoris
Causa dalam bidang "Science of The Retention of The Holy Quran".

Lelaki cilik itu bernama Sayyid Muhammad Husein Tabataba'I (gelar
Sayyid menunjukkan kalau dia keturunan Rasulullah SAW). Husein datang
ke Inggris 2 pekan sebelum akhirnya dia menerima ijazah Doktor Honoris
Causa itu. Selama 2 pekan itu, Husein diundang dalam berbagai acara
Qurani. Situs BBC online memberitakan bahwa sekitar 13.000 Muslim
Inggris datang menemui Husein di Islamic Centre yang berlokasi di
barat laut London. Dalam pertemuan-pertemuan itu, berbagai pertanyaan
diajukan kepadanya. Husein menjawab semuanya dengan lancar. Dia memang
sudah terbiasa dengan forum semacam itu sejak usianya masih 5 tahun.
Biasanya, hadirin akan menyebutkan potongan sebuah ayat dan bertanya,
"Ayat ini dimana letaknya dalam Al-Quran?" Atau, hadirin menyebutkan
makna/arti sebuah ayat dan menanyakan, "Apa bunyi ayat yang saya
maksudkan?". Sebagian yang lain menanyakan pertanyaan sederhana,
misalnya, "Engkau memiliki berapa orang paman?". Husein selalu
menjawab dengan menggunakan ayat Al-Quran sehingga pertanyaan tadi
dijawabnya dengan 2 ayat, "Sudah sampaikan kepadamu kisah Musa" (QS 79
: 15) dan "Muhammad itu adalah utusan Alloh" (QS 48 : 29). Yang
dimaksud Husein, dia memiliki 2 paman, 1 bernama Musa dan 1 lagi
bernama Muhammad.

Acara Penyambutan Sepulang dari Inggris
Setelah kembali dari Inggris, rumah keluarga Tabataba'i ramai
dikunjungi para tamu yang ingin memberikan selamat atas keberhasilan
Sayyid Muhammad Husein Tabataba'i meraih gelar Doktor Honoris Causa.
Dalam pertemuan itu, lagi-lagi para hadirin menanyakan berbagai hal
kepada Husein. Berikut ini beberapa catatan dari Tanya jawab yang
terjadi pada saat itu.

Tanya (T) : Bagaimana ujian yang kamu lalui (di Inggris?)
Husein (H) : "Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (QS.
Alam Nasyrah : 60
T : Apa tanggapan orang-orang di sana (Inggris) dalam acara-acara Qurani-mu?
H : "Mereka tertawa" (QS. Al-Muthaffifin : 34). [maksud Husein,
orang-orang di Inggris yang menemuinya merasa senang/gembira].
T : Jika kamu ditanya orang, 'buat apa engkau pergi datang ke
Inggris?' Apa jawabanmu?
H : "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu" (QS. Al-Maidah : 67) [yang dmaksud Husein adalah dia ke
inggris untuk menyampaikan ayat-ayat Al-Quran].
T : Engkau belum lulus SD, bagaimana mungkin bisa mendapat gelar Doktor?
H : "Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Alloh yang
diberikan-Nya kepada mereka" (QS. Ali-Imran : 1700 [maksudnya, semua
itu adalah karunia Alloh].
T : Bagaimana ilmu itu diajarkan?
H : "Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (berjihad) untuk Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami" (QS.
Al-Ankabut : 69) [maksud Husein, bila manusia berusaha mencari dengan
sungguh-sungguh, maka Alloh akan membuka jalan ilmu baginya].
T : Kapan engkau akan menikah?
H : (sambil tersenyum) "Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur
baligh, maka hendaklah mereka meminta izin" (QS. An-Nur : 59) [maksud
Husein dia akan menikah jika umurnya sudah baligh].
T : Jika seseorang mendzalimi dan memukulmu, apa yang kaulakukan?
H : "Dan dalam qishash itu ada hidup bagimu" (QS. Al-Baqarah : 179).
[maksudnya, Husein akan membalas pukulan itu].
T : Apakah kamu pernah marah?
H : "Janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi
gentar dan hilang kekuatanmu" (QS. Al-Anfal : 46) [maksud Husein, dia
berusaha untuk tidak marah/tidak bertengkar].

Sejak usianya 5 tahun, wajah Husein yang innocent sering menghias
layar televisi Iran, serta tampil di berbagai koran dan majalah.
Foto-fotonya dijual di toko-toko buku, baik dalam bentuk poster atau
stiker. Di televisi, matanya yang bundar dan lebar, khas ras Persia,
selalu menatap kamera televisi dengan penuh percaya diri. Biasanya,
dia tampil mengenakan gamis (baju panjang hingga ke mata kaki) dan
dilapisi abaa (mantel hitam khas para ulama Iran). Dengan gaya bahasa
anak-anak dan sedikit cadel dia menjelaskan hukum-hukum Islam,
misalnya tentang kewajiban sholat. Tangannya pun turut digerakkan ke
udara, untuk memberi penekanan pada kalimat-kalimat tertentu. Secara
fasih dia mengutip ayat-ayat Al-Quran, dan langsung menerjemahkannya
ke dalam bahasa Persia, bahasa nasional Iran. Tata bahasa Persia yang
digunakannya untuk menerjemahkan ayat-ayat itu adalah tata bahasa yang
cenderung sastrawi dan menggunakan rima.
Selain tampil di televisi, Husein juga diundang dalam berbagai
majelis Qurani, baik di dalam maupun di luar negeri. Majelis Qurani
juga secara rutin diselenggarakan di rumah keluarga Tabataba'I setiap
Jumat sore dan orang-orang dari berbagai penjuru Iran berdatangan
untuk menemuinya. Seseorang bertanya kepadanya, "Bagaimana pendapatmu
tentang budaya Barat?". Husein menjawab, "(Mereka) menyia-nyiakan
sholat dan memperturutkan hawa nafsunya." (QS. Maryam : 59). Ada lagi
yang berkata, "Coba sebutkan ayat mengenai dirimu sendiri." Husein
menjawab, "Sesungguhnya aku dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak
dapat melihat" (QS. Al-Anfal : 48) [sambungan ayat ini :
"sesungguhnynya aku takut kepada Alloh"; yang dimaksud Husein adalah :
dia "melihat" Alloh dan dia takut pada-Nya].
Kemampuan Husein yang menakjubkan dalam menguasai ayat-ayat Al-Quran
membuat para hadirin di majelis-majelis Qurani terkagum-kagum. Dalam
sebuah majelis Qurani di sebuah masjid di London, para hadirin bahkan
berbaris panjang dan bergiliran menyalami tangan Husein dan
menciumnya. Sepulang dari Inggris, Husein ditanya orang, "Apa
tanggapan orang-orang di sana (Inggris)? Husein menjawab, "Mereka
tertawa (QS.A-Muthaffifin : 34)". [maksud Husein, orang-orang di
Inggris yang menemuinya itu merasa senang dan gembira].

Biarpun Doktor Tapi Tetap Anak Kecil
Meski sudah meraih gelar Doktor Honoris Causa, sifat-sifat anak kecil
masih tetap melekat dalam dirinya. Dalam kunjungannya ke Mekkah, dalam
sebuah majelis Qurani, Husein tertarik pada kabel mkrofon yang ada di
hadapannya. Dia berulang-ulang menarik-narik kabel itu dan akhirnya
mencopotnya hingga terlepas. Di lain kesempatan, dia menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari para hadirin sambil memainkan
mobil-mobilannya. Saat bermain bersama saudara-saudaranya pun, Husein
cilik juga menggumamkan ayat-ayat Al-Quran. Ketika menaiki
mobil-mobilannya, ia berkata, Mereka (duduk) di atas dipan-dipan
sambil memandang". (QS. Al-Muthaffifin : 23).
Husein mengaku, di tengah keluarganya, dia tidak diperlakukan
istimewa. Ketika ditanya, "Jika engkau berbuat kesalahan, apa sikap
ayahmu?". Husein menjawab, "Barang siapa yang mengerjakan keburukan,
niscaya akan diberi pembalasan dengan setimpal." (QS. An-Nisa : 123).
Seseorang juga pernah bertanya kepadanya, "Apa perbedaan antara engkau
dan saudara-saudaramu?". Husein menjawab, "Kami tidak membeda-bedakan
seorang pun di antara mereka". (QS. Al-Baqarah : 136).
Husein terkadang juga bertengkar dengan saudara-saudaranya. Uniknya,
saat bertengkar pun, Husein mengucapkan ayat-ayat Al-Quran. Ketika
saudara laki-lakinya berusaha memukulnya, Husein segera berteriak
"Selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah
aku dari kaum yang dzalim". (QS. At-Tahrim : 11). Kejadian yang sama
pernah terulang, ketika saudara perempuannya juga hendak memukulnya.
Husein melarikan diri dari kejaran saudarinya itu, lalu terjatuh ke
lantai. Dia berteriak "Wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari
belakang". (QS. Yusuf : 25).
Namun, Husein kecil sudah mengerti masalah hijab. Suatu hari, dia dan
keluarganya diundang makan malam oleh sebuah keluarga. Dalam kebiasaan
sebagian orang Iran, acara jamuan makan malam dilakukan secara
terpisah antara laki-laki dan perempuan. Para bapak akan berkumpul di
satu ruangan, dan para ibu akan berkumpul di ruangan lain. Ketika
bosan duduk di ruangan bersama para bapak, Husein pun keluar ruangan
dan melihat-lihat ruangan lain di rumah itu. Tuan rumah
mempersilakannya masuk ke ruangan para ibu. Husein pun masuk sebentar
lalu segera keluar lagi dengan wajah kesal. Dia berkata kepada tuan
rumah, "Katakan kepada para perempuan itu agar menjaga hijab mereka."
Suatu hari, dalam sebuah jamuan makan, adik Husein, Baqir, nyeletuk,
"Aku ingin jadi pemimpin para ulama". Tak lama kemudian, Baqir
menyelonjorkan kakinya dan tanpa sengaja menendang piring buah (jamuan
makan dilaksanakan di atas karpet bukan di meja makan). Husein
menegur, "Kalau kamu ingin jadi pemimpin ulama, mengapa kamu tending
piring ini?"
Ayah Husein bertanya dengan bergurau, "Kamu kan sudah belajar fiqih
sedikit. Nah, apa hukumnya menendang piring?" Husein menjawab dengan
gurauan pula, "Tidak ada hukumnya, kan dia belum baligh" .
Masalah baligh ini pun sempat menjadi perdebatan antara Husein dan
seseorang ketika dia diundang ke Suriah. Seorang ibu merasa gemas pada
Husein kecil dan dia mendatangi Husein untuk menciumnya. Husein
berkata, "Jangan pegang aku." Tapi si ibu tetap mendekati Husein dan
menciumnya. Husein terlihat kesal. Seseorang berkata, "Tidak apa-apa,
kamu kan belum baligh, tidak apa-apa dicium perempuan bukan muhrim".
Husein menjawab, "Saya belum baligh, tapi kan dia sudah!".
Masih tentang masalah baligh. Suatu hari Husein dan ayahnya diundang
ke rumah seorang pejabat tinggi di sebuah Negara Teluk. Di
tengah-tengah percakapan di antara para hadirin laki-laki, tuan rumah
mempersilakan Husein pergi ke ruangan tempat para hadirin perempuan.
Husein pergi sebentar ke sana dan kembali lagi. Tuan rumah bertanya,
"Bagaiamana, engkau sudah melihat mereka (hadirin perempuan)?". Husein
menjawab, "Saya ke sana, tapi tidak melihat mereka [maksud Husein, dia
menundukkan pandangannya]". Tuan rumah kembali bertanya, "Apa engkau
mau kupilihkan seorang perempuan cantik di antara mereka untuk menjadi
istrimu?" Husein menjawab cerdas, "Ketika aku mencapai usia baligh,
mereka sudah menjadi perempuan-perempuan tua yang telah terhenti, yang
tiada ingin kawin". (QS. AN-Nur : 60). Husein berkali-kali ditanya
orang, mana yang lebih ia sayangi, ibu atau ayahnya. Sambilm melirik
ayahnya, dia pernah menjawab, "Tidak masuk kepada golongan ini dan
tidak kepada golongan itu". (QS. An-Nisa : 143). Maksudnya, dia tidak
condong kepada ayahnya, tidak pula kepada ibunya, baginya keduanya
sama-sama dicintainya. Namun di lain kesempatan, Husein pernah
menjawab, "Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam 2 tahun (QS. Luqman : 14).
Maksud Husein, dia lebih menyayangi ibunya.


Kunjungan ke Arab Saudi
Di Arab Saudi, selain menunaikan ibadah haji, Sayyid Muhammad Husein
Tabataba'i juga diundang hadir ke berbagai acara Qurani. Dalam
pertemuan dengan para qari Al-Quran asal Libanon, Husein diuji dengan
berbagai pertanyaan, di antaranya, "Apa pendapatmu tentang ulama?".
Husein menjawab, "Sesungguhnya yang takut kepada Alloh di antara
hamba-hamba-Nya hanyalah ulama." (QS. Fathir : 28). Husein ditanya
lagi, "Jika engkau memiliki pertanyaan ilmiah, kepada siapa engkau
akan bertanya?". Husein menjawab, "Maka tanyakanlah olehmu kepada
orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Anbiya
: 7). Selanjutnya, berikut ini sebagian Tanya jawab yang terjadi pada
saat itu :
Tanya (T) : Apa pakaian yang kau sukai?
Husein (H) : "Pakaian takwa itulah yang paling baik (QS. Al-A'raf : 26)
T : Apa hadiah terbaik dari ayah kepada anaknya?
H : "Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama"
(QS. At-Taubah : 122) [maksud Husein, seorang ayah haruslah mendidik
anaknya di bidang agama sebaik mungkin].
T : Jika ayahmu marah, apa yang dia lakukan?
H : "Apabila mereka marah, mereka memberi maaf". (QS. Asy-Syura : 37)
T : Apakah engkau bersikap baik kepada ayah-ibumu?
H : "Kami Perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibu bapaknya". (QS. Al-Ahqaf : 15)
Suatu saat, Husein diundang makan malam oleh keluarga Kerajaan Arab
Saudi di sitana saudara Raja Fahd. Ketika memasuki istana yang sangat
megah itu, Husein berkali-kali berkomentar dengan menggunakan
ayat-ayat Al-Quran. "Kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu
naik ke langit". (QS. Al-Isra : 93), kata Husein. Ketika Husein
menatap sedemikian banyak makanan yang tersaji di atas meja makan, dia
berkata, "Di dalamnya (surga) terdapat segala apa yang diinginkan oleh
hati dan sedap mata" (QS. Az-Zukhruf : 71). Dalam jamuan makan itu,
beberapa ulama juga diundang hadir. Husein dengan polos berkata kepada
para ulama tersebut, "Bertakwalah kepada Alloh" (QS. Al-BAqarah :
282). Salah seorang ulama yang hadir, bernama Abdurrahman, menjawab,
"Dia menasihati kita. Menurut saya, sudah menjadi kehendak Alloh bahwa
kita dinasihati Allah melalui lidah anak ini."


Ketika Si Doktor Cilik itu Sudah Berusia 16 Tahun
Saat ini, Sayyid Muhammad Husein Tabataba'i sudah berusia 16 tahun.
Dia kini sedang menuntut ilmu agama di hawzah (semacam institut agama
Islam negeri) di tingkat 8 (artinya setara dengan tahun akhir S1, bila
Husein lulus tingkat 8, dia berhak mendapatkan ijazah sarjana).
Pada tanggal 5 Oktober 2006 lalu, harian terkemuka Iran, Kayhan,
menurunkan wawancara eksklusif dengan Sayyid Muhammad Husein
Tabataba'i. Berikut petikan wawancaranya :
Kayhan (K) : Dimana engkau selama ini?
Husein (H) : Saya tidak kemana-aman, saya di sini, sibuk dengan pelajaran saya.
K : Sekarang, jika orang melihatmu di jalan, apa mereka mengenalimu?
H : Tidak, karena mereka ingat wajah saya ketika berusia 5-6 tahun.
Menurut saya, begini lebih baik. Ada yang bilang, "Dalam
ketidakterkenalan ada kenyamanan".
K : Sekarang, apa yang sedang engkau pelajari?
H : Saya tidak membatasi diri pada pelajaran tertentu, namun saya
lebih tertarik mempelajari buku-buku tentang akhlak dan agama.
K : Mengapa engkau tidak lagi muncul di televisi?
H : Sejak beberapa waktu lalu, program pelajaran saya semakin padat
dan saya sedikit sekali mempunyai waktu untuk kegiatan lain.
K : Selama ini apakah engkau juga pernah mengajar?
H : Ya, saya pernah menjadi pengajar juga.
K : Metode penghafalan Al-Quran yang muncul saat engkau kecil dulu
(metode isyarat), apakah saat ini cukup berkembang di masyarakat?
H : Prinsip menghafal Al-Quran sejak zaman dahulu hingga sekarang
tidak ada perubahan, yaitu dengan membaca dan mengulang, dengan
mendengar, atau dengan menulis. Namun metode atau cara mengajarkan di
kelas, akan terus mengalami perkembangan. Metode baru ini (metode
isyarat) Alhamdulillah sangat efektif. Dengan penuh penghormatan
kepada metode lama, saya menyambut segala bentuk metode baru.
K : Sebagian orang meyakini bahwa engkau di masa kecil tertekan
karena pada saat engkau seharusnya menikmati masa kecil malah
diharuskan mempelajari Al-Quran.
H : Ya, banyak yang mengira demikian, namun sama sekali tidak benar.
Saya cukup menikmati masa kecil saya. Saya masih ingat, dalam sebuah
majelis Qurani yang dihadiri kaum perempuan, saya menjawab
pertanyaan-pertanyaan mereka sambil bermain mobil-mobilan. Pada usia 8
tahun, saya dan teman-teman (mereka jumlahnya 50 orang) pergi kemping.
Pagi-pagi, setelah sholat Subuh, mereka smeua tidur dan saya mencoreng
muka mereka dengan arang. Ke-50 teman saya itu tidak tahu sampai
sekarang siapa yang membuat wajah mereka hitam (tersenyum).
K : Selama ini mengapa engkau menjauh dari masyarakat?
H : Saya tidak tahu apa yang Anda maksudkan dengan 'menjauh'. Saya
selalu berada di tengah masyarakat dan sering hadir dalam berbagai
acara Qurani di berbagai kota.
K : Apa definisi Al-Quran bagi seorang remaja?
H : Saya pikir, pandangan seorang remaja terhadap Al-Quran haruslah
seperti pandangannya terhadap minyak wangi. Ketika kita keluar rumah,
tentu kita selalu ingin wangi dan menggunakan minyak wangi. Kita juga
harus berusaha mengharumkan jiwa dengan membaca dan menghayati
AL-Quran. Seorang remaja harus menyimpan Al-Quran di dadanya supaya
sedikit demi sedikit perilaku dan pembicaraannya dipengaruhi oleh
Al-Quran.
K : Menurutmu, untuk mencapai hal seperti ini (pengenalan yang baik
terhadap Al-Quran di kalangan remaja), apa yang sudah dilakukan
(pemerintah/masyarakat)?
H : Menurut saya, hingga kini belum dilakukan langkah yang mendasar
terkait dengan Al-Quran, hanya terfokus pada kegiatan-kegiatan klise.
Saya tidak mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang selama ini sudah
dilakukan tidak baik, namun tidak cukup. Selama Al-Quran tidak menjadi
prioritas utama pemerintah dan masyarakat, AL-Quran tidak akan
bersemayam di hati para remaja. Kita berkewajiban menggunakan segala
fasilitas untuk memperkenalkan hakikat Al-Quran dan penerapannya dalam
kehidupan kepada masyarakat. Di antara fasilitas yang sangat
berpengaruh adalah melalui film dan telebisi. Namun, hal ini jangan
dilakukan hanya terbatas pada bulan Ramadhan saja. Salah satu tanda
akhir zaman adalah orang-orang tidak lagi beribadah kepada Alloh
selain di bulan Ramadhan.
K : Bukankah kita sudah memiliki stasiun radio Qurani dan satu
channel khusus Al-Quran?
H : Ya, saya pikir, salah satu berkah dari pemerintahan Islam adalah
berdirinya radio dan televisi Qurani ini. Namun, tidak berarti
channel-channel televisi dan stasiun radio yang lain tidak punya
kewajiban dalam memasyarakatkan Al-Quran, terutama channel 3 yang
dikhususkan untuk para muda.
K : Bagaimana dengan internet?
H : Internet memiliki sebuah "bahasa bersama" di dunia, karenanya,
internet merupakan sebuah jembatan komunikasi yang sangat tepat untuk
menyebarluaskan pemahaman agama. Kita juga harus memanfaatkan
fasilitas yang sangat kuat ini dengan semaksimal mungkin.
K : Bagaimana kalau saya mengajukan pertanyaan 1 kata?
H : Silakan
K : Sedih?
H : Orang yang selalu bersama Al-Quran tidak akan pernah merasa sedih.
K : Hawa nafsu?
H : Kita harus berhati-hati menghadapinya, terutama nafsu amarah.
K : Kematian?
H : Jembatan yang akan mengantarkan manusia baik ke surga
K : Dosa?
H : Api yang kalau pun hanya didekati saja, panasnya sudah sangat terasa
K : Pencerahan agama?
H : Kebangkitan agama
K : RAM215?
H : Salah satu bagian dari hardware computer
K : Saya tidak sangka engkau mengetahuinya
H : Oya?!
K : Internet?
H : Fasilitas terbaik untuk menyebarluaskan Islam
K : Menunggu?
H : Kerja dan aktivitas
K : Syahid?
H : Lilin
K : CInta?
H : Hati orang mukmin
K : Energi nuklir?
H : Hak semua bangsa
K : Olah raga?
H : Perlu bagi semua orang
K : Menonton sepakbola atau bermain?
H : Keduanya, saya menonton dan bermain sepakbola
K : Parameter kehidupan?
H : Rasulullah Sholalloohu 'Alayhi Wa Salam
K : Musik?
H : Saya mendengarkannya (sambil tertawa), tentu saja musik yang
terkait dengan Al-Quran.
K : Syair (puisi)?
H : Saya membacanya, tapi tidak terlalu
K : Gulestan-e Sa'di (buku syair karya penyair sufi Iran, Sa'di Shirazi)?
K : Kitab ketiga yang saya hafal (kitab pertama : Al-Quran).
K : Buku terakhir yang dibaca?
H : Akhlak dalam Al-Quran, karya Ayatullah Makarim Shirazi
K : Apa perbedaan antara Sayyid Muhammad Husein 10 tahun yang lalu
dengan hari ini?
H : Semakin banyak saya membaca dan semakin jauh saya berjalan, saya
semakin menemukan bahwa saya semakin "miskin" dan semakin
"membutuhkan".
K : Laa yukallifulloohu nafsan illaa wus 'ahaa (Alloh tidak akan
Membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya—Qs. Al-Baqarah
: 286).
H : Menurut saya, untuk mencapai tujuan dan kemajuan, kita harus
memandang bahwa kewajiban kita lebih besar daripada kemampuan yang
kita miliki).

Tumbuh Besar di Tengah Lantunan Al-Quran
Sayyid Muhammad Husein Tabataba'i terlahir ke dunia pada tanggal 16
Februari 1991di kota Qom, sekitar 135 kilometer dari Teheran, ibukota
Iran. Husein adalah anak ketiga dari 6 bersaudara. Orangtua Husein
menikah ketika mereka masing-masing berusia 17 tahun dan setelah
menikah keduanya bersama-sama berusaha menghafal AL-Quran. Tekad itu
akhirnya tercapai 6 tahun kemudian, ketika mereka berhasil menghafal
30 juz Al-Quran. Dalam proses menghafal Al-Quran itu, kedua orangtua
Husein membentuk kelompok khusus penghafalan AL-Quran. Dalam kelompok
itu, secara teratur dan terprogram, orangtua Husein dan rekan-rekan
mereka yang juga berkeinginan untuk menghafal Al-Quran bersama-sama
mengulang hafalan, mengevaluasi, dan menambah hafalan. Orangtua Husein
juga mendirikan kelas-kelas pelajaran Al-Quran yang diikuti oleh para
pecinta Al-Quran.
Seiring dengan kegiatan belajar dan mengajar Al-Quran orangtuanya
itulah, Husein dan saudara-saudarinya tumbuh besar. Husein pun sejak
kecil selalu diajak ibunya untuk menghadiri kelas-kelas Al-Quran.
Meskipun di kelas-kelas itu Husein hanya duduk mendengarkan, namun
ternyata dia menyerap isi pelajaran. Pada usia 2 tahun 4 bulan, Husein
sudah menghafal juz ke-30 (juz'amma) secara otodidak, hasil dari
rutinitasnya mengikuti aktivitas ibunya yang menjadi penghafal dan
pengajar Al-Quran, serta aktivitas kakak-kakaknya dalam
mengulang-ulang hafalan mereka. Melihat bakat istimewa Husein, ayahnya
(Sayyid Muhammad Mahdi Tabataba'i) pun secara serius mengajarkan
hafalan Quran juz ke-29. Dalam proses belajar, ayah Husein biasa
memberikan hadiah sebagai pembangkit semangat, misalnya, "Jika kamu
berhasil menghafal surat ini, ayah akan memberimu hadiah."
Setelah Husein berhasil menghafal juz ke-29, dia mulai diajari
hafalan juz pertama oleh ayahnya. Awalnya, ayahnya menggunakan metode
biasa, yaitu dengan membacakan ayat-ayat yang harus dihafal, biasanya
setengah halaman dalam sehari dan setiap pecan, jumlah hafalan pun
ditingkatkan. Namun, tak lama kemudian, ayah Husein menyadari bahwa
metode seperti ini memiliki 2 persoalan. Pertama, ketidakmampuan
Husein Tabataba'i untuk membaca Al-Quran, membuatnya sangat tergantung
kepada ayahnya dalam usaha mengulang-ulang ayat-ayat yang sudah
dihafal. Kedua, metode penghafalan Al-Quran secara konvensional ini
sangat 'kering' dan tidak cocok bagi psikologis anak usia balita.
Selain itu, Husein tidak bisa memahami dengan baik makna ayat-ayat
yang dihafalkannya karena banyak konsep-konsep yang abstrak, yang
sulit dipahami anak balita.
Untuk menyelesaikan persoalan pertama, Husein pun mulai diajari
membaca Al-Quran, agar dia bisa mengecek sendiri hafalannya. Untuk
menyelesaikan persoalan kedua, ayah Husein menciptakan metode sendiri
untuk mengajarkan makna ayat-ayat Al-Quran, yaitu dengan menggunakan
isyarat tangan. Misalnya, kata Alloh, tangan menunjuk ke atas, kata
yuhibbu (mencintai), tangan seperti memeluk sesuatu, kata sulh
(berdamai), dua tangan saling berpegangan. Ayah Husein biasanya akan
menceritakan makna suatu ayat secara keseluruhan dengan bahasa
sederhana kepada Husein kemudian dia akan mengucapkan ayat itu sambil
melakukan gerakan-gerakan tangan yang mengisyaratkan makna ayat.
Metode isyarat ini ternyata semakin hari, semakin menarik perhatian
Husein. Setelah beberapa waktu berlalu, Husein semakin lancar memahami
makna isyarat tangan yang diperagakan ayahnya. Setiap kali ayahnya
membuat isyarat dengan tangan atau suatu ayat, Husein dengan cepat
mengucapkan ayat yang dimaksudkan ayahnya itu. Metode ini sedemikian
berpengaruhnya pada kemajuan Husein dalam menguasai ayat-ayat
Al-Quran, sehingga dengan mudah dia mampu menerjemahkan ayat-ayat itu
ke dalam bahasa Persia (bahasa sehari-hari orang Iran) dan mampu
menggunakan ayat-ayat itu dalam percakapan sehari-hari.
Ayahanda Husein menceritakan, "Sebelum kelahiran Muhammad Husein,
saya dan ibunya bertekad untuk menghafal Al-Quran bersama-sama. Selama
hamil dan menyusui, ibunya dalam sehari membaca minimal 1 juz
Al-Quran". Para ahli psikologi juga menyatakan bahwa jika pada masa
kehamilan ibu memperdengarkan musik atau membacakan buku, akan memberi
pengaruh positif bagi anak. Tentu saja membacakan Al-Quran kepada bayi
pasti akan memberikan pengaruh positif yang lebih besar lagi mengingat
bahwa Al-Quran adalah kalam Ilahi dan petunjuk hidup yang paling
sempurna.
Ayahanda Husein mengenang, "Suatu saat, beberapa dokter datang ke
rumah kami untuk menemui Husein. Mereka mengatakan, 'Menurut teori,
bayi dalam perut ibu sejak 5 bulan sudah bisa mendengarkan suara ibu.
Karena itu jika ibu dalam masa kehamilan dan menyusui secara teratur
membacakan hal-hal khusus kepada anak, misalnya ayat Al-Quran, syair,
atau lagu, maka ketika anak itu mencapai usia belajr, dia akan mampu
mempelajari hal-hal yang didengarnya di waktu janin/bayi itu beberapa
kali lebih cepat daripada anak lainnya. Kami meyakini, cepatnya
kemampuan anak Anda dalam mempelajari Al-Quran adalah pengaruh dari
kegiatan ibunya membacakan Al-Quran ketika masa kehamilan'.
Ketika ditanyakan kepadanya apakah Husein anak yang sitimewa,
ayahanda Husein menjawab, "Setiap anak bisa saja dididik untuk
memiliki kemampuan seperti Husein. Namun, tentu saja, pra-kondisi dan
kondisinya haruslah lengkap. Misalnya, sebagaimana pernah saya
ceritakan, sejak sebelum masa kehamilan saya dan ibunda Husein sudah
mulai menghafalkan Al-Quran. Selama masa kehamilan dan menyusui,
ibunda Husein juga teratur membacakan Al-Quran untuk Husein. Begitu
pula, sejak kecil, Husein sudah dibesarkan dalam lingkungan yang cinta
Al-Quran. Selain itu, keberadaan seorang guru yang menguasai Al-Quran
dan tafsirnya, serta penuh kasih sayang, juga berperan dalam
mengembangkan kemampuan seorang anak di bidang Al-Quran. Sangat
mungkin banyak anak-anak lain yang sebenarnya memiliki kemampuan
seperti Husein, namun karena ketiadaan guru yang baik, potensinya
terabaikan begitu saja."
Pada kesempatan lain, ayahanda Husein pernah mengatakan, "Bila
orangtua menginginkan anaknya menjadi pecinta Al-Quran dan lebih lagi,
menghafal Al-Quran, langkah pertama yang harus dilakukan adalah, si
orangtua terlebih dahulu juga mencintai Al-Quran dan rajin membaca
Al-Quran di rumah. Husein sejak matanya bisa menatap dunia, telah
melihat Al-Quran, mendengarkan suara bacaan Al-Quran, dan akhirnya
menjadi akarab dengan Al-Quran."

Penuturan Ibunda Husein
Ibunda Husein pernah menuturkan sebagai berikut, "Selama masa
kehamilan, saya selalu berdoa kepada Alloh agar dikaruniai anak yang
saleh dan pintar. Ketika Husein lahir, saya selalu berwudhu dulu
sebelum menyusuinya. Saya juga sangat rajin pergi ke masjid dan
membaca Al-Quran. Pendidikan anak harus dilakukan jauh sebelum anak
lahir, dengan cara mencari pasangan yang berasal dari keturunan yang
baik. Saya selama hamil selalu berusaha menghafal, membaca, dan
memahami Al-Quran. Ketika saya sedang menyusuinya, saya juga selalu
membacakan Al-Quran untuknya. Saya juga mengajaknya ke kelas-kelas
Al-Quran dimana saya menjadi pengajarnya. Saya meyakini bahwa semua
kegiatan saya yang terkait dengan Al-Quran telah memberi pengaruh
besar kepada Husein. Selain itu, saya juga menjauhi acara-acara yang
diisi dengan musik tidak islami, bercampur baur antara laki-laki dan
perempuan, atau berbagai bentuk perilaku tidak islami lainnya.
Perilaku-perilaku yang tidak islami akan mengeraskan hati kita."

BENTUK ISIM FA'IL DAN ISIM MAF'UL DARI FI'IL LEBIH DARI TIGA HURUF

[اسْمُ الْفَاعِلِ وَالْمَفْعُوْلِ مِمَّا زَادَ عَلَىَ الثَّلَاثَةِ]

Bentuk Isim fa’il dan isim maf’ul dari fi’il lebih dari tiga huruf


وَأَمَّا مَا زَادَ عَلَىَ الثَّلَاثَةِ. فَالضَّابِطُ فِيْهِ أَنْ تَضَعَ فِيْ مُضَارِعِهِ الْمِيْمَ الْمَضْمُوْمَةَ, مَوْضِعَ حَرْفِ الْمُضَارَعَةِ, وَتَكْسَرَمَا قَبْلَ آَخِرِهِ فِيْ الْفَاعِل, وَتَفَْتَحَهُ فِيْ الْمَفْعُوْلِ؛ نَحْوَ: مُكْرِمٌ وَمُكْرَمٌ, وَمُدَحْرِجٌ وَمُدَحْرَجٌ, وَمُسْتَخْرِجٌ وَمُسْتَخْرَجٌ, وَمُتَدَحْرِجٌ وَمُتَدَحْرَجٌ.

Adapun fi’il lebih dari tiga huruf, maka kaidahnya (bentuk isim fa’il dan isim maf’ul) adalah: kamu harus memasang huruf Mim yang dhommah di fi’il mudhari’nya, pada tempatnya huruf mudhoro’ah berada. Kemudian kamu mengkasrahkan huruf sebelum akhir untuk bentuk isim fa’il. Atau kamu memfat-hahkannya untuk bentuk isim maf’ul; contoh: “MUKRIMUN” dan “MUKROMUN”, “MUDAHRIJUN” dan “MUDAHROJUN”, “MUSTAKHRIJUN” dan “MUSTAKHROJUN”, “MUTADAHRIJUN” dan “MUTADAHROJUN”.

وَقَدْ يَسْتَوِيْ لَفْظُ اسْمِ الْفَاعِلِ, وَاسْمُ الْمَفْعُوْلِ فِيْ بَعْضِ الْمَوَاضِعِ, كَمُحَابٍّ وَمُتَحَابٍّ, وَمُخْتَارٍ وَمُنْقَادٍ, وَمُضْطَرٍّ وَمُعْتَدٍّ, وَمُنْصَبٍّ وَمَنْصَبٍّ فِيْهِ, وَمُنْجَابٍّ وَمُنْجَابٍّ عَنْهُ, وَيُخْتَلِف التَّقْدِيْرُ

Terkadang sama lafazh isim fa’il dan isim maf’ulnya di sebagian tempat, contoh seperti “MUHAABBIN”, “MUTAHAABBIN”, “MUKHTAARIN”, “MUNQOODIN”, “MUDH-THORRIN”, “MU’TADDIN”, “MUNSHOBBIN & MUNSHOOBIN Fiihi”, “MUNJAABBIN & MUNJAABBIN ‘Anhu”. Demikian pertimbangannya berbeda.

ISIM FA'IL DAN ISIM MAF'UL DARI TSULATSI MUJARRAD

اسْمُ الْفَاعِلِ وَالْمَفْعُوْلِ مِنَ الثُّلاَثِيِّ الْمُجَرَّدِ 
Isim fa’il dan isim maf’ul dari fi’il tsulatsi mujarrad

وَأَمَّا اسْمُ الْفَاعِلِ وَالْمَفْعُوْلِ مِنَ الثُّلاَثِيِّ الْمُجَرَّدِ. فَالْأَكْثَرُ أَنْ يَجِيْءَ اسْمُ الْفَاعِلِ مِنْهُ عَلَى وَزْنِ فَاعِلِ, تَقُوْلُ: نَاصِرٌ نَاصِرَانِ نَاصِرُوْنَ, نَاصِرَةٌ نَاصِرَتَانِ نَاصِرَاتٌ, وَنَوَاصِرٌ.
Adapun Isim fa’il dan isim maf’ul dari fi’il tsulatsi mujarrad, maka yang terbanyak isim fa’il ikut wazan “FAA’ILUN”, contoh kamu mengatakan: “NAASHIRUN – NAASHIROONI – NAASHIRUUNA, NAASHIROTUN, NAASHIROTAANI – NAASHIROOTUN, wa NAWAASHIRU.

وَالْأَكْثَرُ أَنْ يَجِيْءَ اسْم الْمَفْعُوْلِ مِنْهُ عَلَى وَزْن مَفْعُوْلٍ, تَقُوْلُ: مَنْصُوْرٌ مَنْصُوْرَانِ مَنْصُوْرُوْنَ, مَنْصُوْرَةٌ مَنْصُوْرَتَانِ مَنْصُوْرَاتٌ, وَمَنَاصِرُ. وَتَقُوْلُ: مَمْرُوْرٌ بِهِ, مَمْرُوْرٌ بِهِمَا, مَمْرُوْرٌ بِهِمْ, مَمْرُوْرٌ بِهَا, مَمْرُوْرٌ بِهِمَا, مَمْرُوْرٌ بِهِنَّ.
Dan yang terbanyak isim maf’ul ikut wazan “MAF’UULUN”, contoh kamu mengucapkan: “MANSHUURUN – MANSHUROONI – MANSHURUUNA, MANSHUUROTU – MANSHUUROTAANI – MANSHUROOTUN, wa MANAASHIRU”. Dan contoh: “MAMRUURUN BIHI – MAMRUURUN BIHIMAA – MAMRUURUN BIHIM – MAMRUURUN BIHAA – MAMRUURUN BIHIMAA – MAMRUURUN BIHINNA.

فَتُثَنِِّي وَتَجْمَعُ, وَتُذَكِّرُ وَتُؤَنِّثُ الْضَّمِيْرَ, فِيْمَا يَتَعَدَّى بِحَرْفِ الْجَرِّ لاَ اسْمَ الْمَفْعُوْلِ.
Maka kamu tatsniyahkan, jamakkan, mudzakkarkan atau muannatskan pada dhomirnya di dalam isim yang muta’addi dengan huruf jar, bukan pada isim maf’ulnya.

وَفَعِيْلٌ قَدْ يَجِيْءُ بِمَعْنَى الْفَاعِلِ, كَالرَّحِيْمِ بِمَعْنَى الرَّاحِمِ, وَبِمَعْنَى الْمَفْعُوْلِ, كَالْقَتِيْلِ بِمَعْنَى الْمَقْتُوْلِ.
Terkadang ikut wazan “FA’IILUN” sebagai isim fa’il, contoh: “ar-ROHIIMU” bermakna “ar-ROOHIMU”, juga sebagai isim maf’ul, contoh “al-QOTIILU” bermakna “al-MAQTUULU”.

WAW/YA/TSA PADA WAZAN IFTA'ALA DIGANTI DGN TA'

‎[مَتَى تُقْلَبُ وَاوُ (اِفْتَعَلَ) وَيَاؤُهُ وَثَاؤُهُ تَاءً؟]Kapankah Wawu, Ya’dan Tsa’ wazan IFTA’ALA diganti Ta’?
وَمَتَى كَانَ فَاءُ افْتَعَلَ وَاوًا, أَوْ يَاءً, أَوْ ثَاءً. قُلِبَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ وَالثَّاءُ تَاءً, ثُمَّ أُدْغِمَتْ فِيْ تَاءِ افْتَعَلَ؛ نَحْوُ: اِتَّقَى, وَاتَّسَرَ, وَاتَّغَرَ.(Ketahuilah,) bilamana Fa’ Fi’il-nya wazan IFTA’ALA berupa Wawu, Ya’, atau Tsa’, maka Wawu, Ya’, atau Tsa’ tsb diganti Ta’, kemudian di-idghamkan pada Ta’-nya wazan IFTA’ALA. Contoh : “IT-TAQOO”, “IT-TASARO”, dan “ITTAGHORO”.

TA' PADA WAZAN IFTA'ALA DIGANTI DGN DAL'

[مَتَى تُقْلَبُ تَاءُ (اِفْتَعَلَ) دَلاً؟]
Kapankah Ta’-nya wazan IFTA’ALA diganti Dal?

وَمَتَى كَانَ فَاءُ افْتَعَلَ دَالاً, أَوْ ذَالاً, أَوْ زَايًا. قُلِبَتْ تَاؤُهُ دَالاً, فَتَقُوْلُ فِي افْتَعَلَ مِنَ الدَّرْءِ, وَالذِّكْرِ, وَالزَّجْرِ: اِدَّرَأَ, وَاذَّكَرَ, وَازْدَجَرَ.
(Ketahuilah,) bilamana Fa’ Fi’il-nya wazan IFTA’ALA berupa dal, dzal, atau zai, maka Ta’-nya diganti dengan dal. Contoh kamu berkata untuk wazan IFTA’ALA dari lafazh “DAR-I, DZIKRI, ZAJRI” menjadi “IDDARO-A”, “IDZ-DZAKARO”, “IZ-DAJARO”.

TA' PADA WAZAN IFTA'ALA DIGANTI DGN THO'

[مَتَى تُقْلَبُ تَاءُ (اِفْتَعَلَ) طَاءً؟]
Kapankah Ta’-nya wazan IFTA’ALA diganti Tho’?

وَ(اعْلَمْ أَنَّهُ) مَتَى كَانَ فَاءُ افْتَعَلَ صَادًا, أَوْ ضَادًا, أَوْ طَاءً, أَوْ ظَاءً. قُلِبَتْ تَاؤُهُ طَاءً, فَتَقُوْلُ فِي افْتَعَلَ مِنَ الصُّلْحِ: اصْطَلَحَ, وَمِنَ الضَّرْبِ: اضْطَرَبَ, وَمِنَ الطَّرَدِ: اطَّرَدَ, وَمِنَ الظُّلْمِ: اظْطَلَمَ.
Ketahuilah, bilamana Fa’ Fi’il-nya wazan IFTA’ALA berupa Shod, Dhod, Tho’, atau Zho’, maka Ta’-nya diganti dengan Tho’. Contoh kamu berkata untuk wazan IFTA’ALA dari lafazh SHULHI: “ISHTHOLAHA”, contoh dari lafazh DHORBI: “IDHTHOROBA”, contoh dari lafazh THORODA: “ITHTHORODA, dan contoh dari lafazh ZHULMI: “TZHTHOLAMA”.

وَكَذَالِكَ سَائِرُ تَصَرُّفَاتِهِ؛ نَحْوُ: اصْطَلَحَ, يَصْطَلِحُ, اصْطِلاَحًا, فَهُوَ مُصْطَلِحٌ, وَذَاكَ مُصْطَلَحٌ عَلَيْهِ, وَاْلأَمْرُ: اصْطَلِحْ, وَالنَّهْيُ: لاَتَصْطَلِحْ.
Begitu juga sisa bentuk-bentuk tasrifannya; contoh: ISHTHOLAHA – YASHTHOLIHU – ISHTHILAAHAN – fahuwa- MUSHTHOLIHUN – wadzaaka – MUSHTHOLAHUN ‘alaihi. Contoh Fi’il Amar: ISHTHOLIH!. Contoh Fi’il Nahi: LAA TASHTHOLIH!.

DUA TA' BERKUMPUL DI AWAL FI'IL MUDHARI'

[اجْتِمَاعُ تَاءَيْنِ ِفيْ أَوَّلِ الْمُضَارِعِ]
Berkumpulnya dua TA’ di awal kalimah Fi’il Mudhari’

وَاعْلَمْ: أَنَّهُ إِذَا اجْتَمَعَ تَاءَانِ فِيْ أَوَّلِ مُضَارِعِ نَحْوِ تَفَعَّلَ, وَتَفَاعَلَ, وَتَفَعْلَلَ. فَيَجُوْزُ إِثْبَاتُهُمَا؛ نَحْوُ: تَتَجَنَّبُ, وَتَتَقَاتَلُ,وَتَتَدَحْرَجُ. وَيَجُوْزُ حَذْفُ إِحْدَاهُمَا؛ كَمَا فِي التَّنْزِيْلِ (فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّى), وَ (فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى), وَ (تَنَزَِّلُ الْمَلاَئِكَةُ).

Ketahuilah bahwa: bilamana ada dua TA’ berkumpul di awal fi’il mudhari’ dari fi’il madhi wazan Tafa’’ala, Tafaa’ala Atau Tafa’lala, maka boleh menetapkan keduanya. Contoh: Tatajannabu, Tataqootalu, Tatadahroju. Dan boleh membuang salah satunya, sebagaimana contoh dalam al-Qur’an (fa anta lahuu tashaddaa), fa andzartukum naaran talaz-zhoo), (tanazzalul-malaaikatu)

BENTUK FI'IL AMAR

[فِعْلُ اْلأَمْرِ]
Fi’il Amar

وَأَمَّا اْلأَمْرُ بِالصِّيْغَةِِ: وَهُوَ أَمْرُ الْحَاضِرِ. فَهُوَ جَارٍ عَلَى لَفْظِ الْمُضَارِعِ الْمَجْزُوْمِ.
Adapun fi’il amar bis-shiighah (bentuk khusus kata kerja perintah, tanpa membutuhkan tambahan lam amar) yaitu fi’il amar hadir (untuk mukhatab/org kedua). Maka ia terlaksana atas  bentuk fi’il mudhari yang dijazemkan.

فَإِنْ كَانَ مَا بَعْدَ حَرْفِ الْمُضَارَعَةِ مُتَحَرِّكًا. فَتُسْقِطُ مِنْهُ حَرْفَ الْمُضَارَعَةِ, وَتَأْتِيْ بِصُوْرَةِ الْبَاقِيْ مَجْزُوْمًا, فَتَقُوْلُ فِيْ أَمْرِ الْحَاضِرِ مِنْ تُدَحْرِجُ: دَحْرِجْ دَحْرِجَا دَحْرِجُوْا, دَحْرِجِيْ دَحْرِجَا دَحْرِجْنَ. وَهَكَذَا تَقُوْلُ فِيْ: فُرِّحْ, وَقَاتِلْ, وَتَكَسَّرْ, وَتَبَاعَدْ, وَتَدَحْرَجْ.
Jika setelah huruf mudhara’ah itu terdapat huruf berharkat,  maka kamu buang huruf mudhara’ahnya, dan kamu datangkan untuk bentuk sisanya dengan dijazemkan. Contoh kamu mengucapkan Amar Hadir dari lafal fi’il mudhari “Tudahriju”: Dahrij – Dahrijaa – Dahrijuu, Dahrijii – Dahrijaa – Dahrijna. Demikian juga kamu berkata dalam contoh: Farrih, Qaatil, Takassar, Tabaa’ad, Tadahraj.

وَإِنْ كَانَ مَا بَعْدَ حَرْفِ الْمُضَارَعَةِ سَاكِنًا. فًتًحْذِفُ مِنْهُ حَرْفَ الْمُضَارَعَةِ, وَتَأْتِيْ بِصُوْرَةِ الْبَاقِيْ مَجْزُوْمًا, مَزِيْدًا فِيْ أَوَّلِهِ هَمْزَةُ وَصْلِ, مَكْسُوْرَةً, إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ عَيْنُ الْمُضَارِعِ مِنْهُ مَضْمُوْمَةً. فَتَضُمُّهَا, فَتَقُوْلُ: اُنْصُرْ اُنْصُرَا اُنْصُرُوْا, اُنْصُرِيْ اُنْصُرَا اُنْصُرْنَ. وَكَذَالِكَ: اِضْرِبْ, وَاعْلَمْ, وَانْقَطِعْ, وَاجْتَمِعْ, وَاسْتَخْرِجْ.
Jika setelah huruf mudhara’ah itu terdapat huruf  mati/sukun,  maka kamu buang huruf mudhara’ahnya dan kamu datangkan untuk bentuk sisanya dengan dijazemkan berikut di awal kalimahnya ditambahi hamzah washal yang kasrah, kecuali adanya ‘ain fi’il mudhari’ tersebut berharakat dhammah, maka kamu dhammahkan hamzah washalnya. Contoh kamu berkata: Unshur – Unshuroo – Unshuruu , Unshurii – Unshuroo – Unshurna. Demikian juga contoh: idhrib, I’lam, Inqothi’, Ijtami’, Istakhrij.

وَفَتَحُوْا هَمْزَةَ أَكْرِمْ؛ بِنَاءً عَلَى اْلأَصْلِ الْمَرْفُوْضِ, فَإِنَّ أَصْلَ تُكْرِمُ: تُؤَكْرِمُ.
Mereka (orang arab/ulama sharaf) memberi harakat fat-hah terhadap hamzahnya lafazh Akrim, berdasarkan pada bentuk asalnya yang terbuang. Karena asal bentuk Tukrimu adalah Tuákrimu.

MASUKNYA AMIL JAZEM DAN AMIL NASHAB PADA FI’IL MUDHARI’

دُخُوْلُ الْجَازِمِ وَالنَّاصِبِ عَلَى الْفِعْلِ الْمُضَارَعِ
Masuknya Amil Jazem dan Amil Nashab pada Fi’il Mudhari’

وَيَدْخُلُ الْجَازِمُ, فَيَحْذِفُ حَرَكَةَ الْوَاحِدِ, وَالْوَاحِدَةِ الغَائِبَةِ, وَنُوْنَ التَّثْنِيَةِ, وَالْجَمْعِ الْمُذَكَّرِ, وَالْوَاحِدَةِ الْمُخَاطَبَةِ.
Juga (ketahuilah!) Amil yg memerintah jazem masuk pada fi’il mudhari’, maka ia membuang Harakah fi’il tunggal (LK), Harakah fi’il tunggal ghaibah (orang ketiga-PR), Nun Tatsniyah, Nun Jamak Mudzakkar dan Nun fi’il tunggal mukhatabah (orang kedua-PR).

وَلاَ يَحْذِفُ نُوْنَ جَمَاعَةِ الْمُؤَنَّثِ ؛ فَإِنَّهُ ضَمِيْرٌ, كَالْوَاوِ فِي الْجَمْعِ الْمُذَكَّرِ, فَتَثْبُتُ عَلَى كُلِّ حَالٍ, تَقُوْلُ: لَمْ يَنْصُرْ لَمْ يَنْصُرَا لَمْ يَنْصُرُوْا, لَمْ تَنْصُرْ لَمْ تَنْصُرَا لَمْ يَنْصُرْنَ, لَمْ تَنْصُرْ لَمْ تَنْصُرَا لَمْ تَنْصُرُوْا, لَمْ تَنْصُرِيْ لَمْ تَنْصُرَا لَمْ تَنْصُرْنَ , لَمْ أَنْصُرْ لَمْ نَنْصُرْ.
Amil jazem tidak membuang Nun jama’ muannats; karena ia berupa dhamir,  sebagaimana wawu pada jama’ mudhakkar. Maka ia tetap ada pada semua keadaan. Contoh kamu berkata: Lam Yanshur – Lam Yanshuroo – Lam Yanshuruu, Lam Tanshur – Lam Tanshuroo – Lam Yanshurna, Lam Tanshur – Lam Tanshuroo – Lam Tanshuruu, Lam Tanshurii – Lam Tanshuroo – Lam Tanshurna. Lam Anshur, Lam Nanshur.

وَاعْلَمْ : أَنَّهُ يَدْخُلُ عَلَى الْمُضَارِعِ النَّاصِبُ, فَيُبْدِلُ مِنَ الضَّمَّةِ فَتْحَةً, وَيُسْقِطُ النُّوْنَاتِ, سِوَى نُوْنِ جَمْعِ الْمُؤَنَّثِ, فَتَقُوْلُ: لَنْ يَنْصُرَ لَنْ يَنْصُرَا لَنْ يَنْصُرُوْا, لَنْ تَنْصُرَ لَنْ تَنْصُرَا لَنْ يَنْصُرْنَ, لَنْ تَنْصُرَ لَنْ تَنْصُرَا لَنْ تَنْصُرُوْا, لَنْ تَنْصُرِيْ لَنْ تَنْصُرَا لَنْ تَنْصُرْنَ , لَنْ أَنْصُرَ لَنْ نَنْصُرَ.
Juga ketahuilah! Amil yg memerintah nashab masuk pada fi’il mudhari’, maka ia mengganti harakah dhammah ke harakah Fathah, membuang Nun selain Nun Jama’ Muannats. Contoh kamu berkata: Lan Yanshuro – Lan Yanshuroo – Lan Yanshuruu, Lan Tanshuro – Lan Tanshuroo – Lan Yanshurna, Lan Tanshuro – Lan Tanshuroo – Lan Tanshuruu, Lan Tanshurii – Lan Tanshuroo – Lan Tanshurna. Lan Anshuro, Lan Nanshuro.

وَمِنَ الْجَوَازِمِ: لاَمُ اْلأَمْرِ, فَتَقُوْلُ فِيْ أَمْرِ الْغَائِبِ: لِيَنْصُرْ لِيَنْصُرَا لِيَنْصُرُوْا, لِتَنْصُرْ لِتَنْصُرَا لِيَنْصُرْنَ. وَكَذَالِكَ: لِيَضْرِبْ, وَلِيَعْلَمْ, وَلِيَدْخُلْ, وَلِيُدَحْرِجْ, وَغَيْرِهَا.
Diantara  amil-amil yg memerintah jazem adalah: Lam Amar, contoh kamu berkata untuk Amar Ghaib: Li Yanshur – Li Yanshuroo – Li Yanshuruu, Li Tanshur – Li Tanshuroo – Li Yanshurna. Demikian juga contoh: Li Yadhrib, Li Ya’lam, Li Yadkhul, Li Yudahrij dan lain-lain.

وَمِنْهَا: (لاَ) النَّاهِيَةُ, فَتَقُوْلُ فِيْ نَهْيِ الْغَائِبِ: لاَ يَنْصُرْ لاَ يَنْصُرَا لاَ يَنْصُرُوْا, لاَ تَنْصُرْ لاَ تَنْصُرَا لاَ يَنْصُرْنَ. وَفِيْ نَهْيِ الْحَاضِرِ: لاَ تَنْصُرْ لاَ تَنْصُرَا لاَ تَنْصُرُوْا, لاَ تَنْصُرِيْ لاَ تَنْصُرَا لاَ تَنْصُرْنَ, وَكَذَا قِيَاسُ سَائِرِ اْلأَمْثِلَةِ.
Diantaranya juga adalah: Laa Nahi, contoh kamu berkata untuk Nahi Ghaib: Laa Yanshur – Laa Yanshuroo – Laa Yanshuruu, Laa Tanshur – Laa Tanshuroo – Laa Yanshurna.
Dan untuk Nahi Hadir : Laa Tanshur – Laa Tanshuroo – Laa Tanshuruu, Laa Tanshurii – Laa Tanshuroo – Laa Tanshurna. Demikianlah juga kias untuk contoh-contoh yg lain.

FI'IL MUDHARI > MAA NAFI & LAA NAFI

[ (مَا) وَ (لاَ) النَّافِيَتَانِ ]
Maa Nafi dan Laa Nafi

وَاعْلَمْ : أَنَّهُ يَدْخُلُ عَلَى الْفِعْلِ الْمُضَارِعِ مَا وَ لاَ النَّافِيَتَانِ, فَلاَ تُغَيِّرَانِ صِيْغَتُهُ, تَقُوْلُ : لاَ يَنْصُرُ لاَ يَنْصُرَانِ لاَ يَنْصُرُوْنَ, لاَ تَنْصُرُ لاَ تَنْصُرَانِ لاَ يَنْصُرْنَ, لاَ تَنْصُرُ لاَ تَنْصُرَانِ لاَ تَنْصُرُوْنَ, لاَ تَنْصُرِيْنَ لاَ تَنْصُرَانِ لاَ تَنْصُرْنَ , لاَ أَنْصُرُ لاَ نَنْصُرُ.
Ketahuilah, bahwa Maa Nafi dan Laa Nafi bisa masuk pada Fi’il Mudhari’, maka keduanya tidak merubah bentuk Fi’il Mudhari’, contoh kamu mengatakan: Laa Yanshuru – Laa Yanshurooni – Laa Yanshuruuna, Laa Tanshuru – Laa Tanshurooni – Laa Yanshurna, Laa Tanshuru – Laa Tanshurooni – Laa Tanshuruuna, Laa Tanshuriina – Laa Tanshurooni – Laa Tanshurna. Laa Anshuru, Laa Nanshuru.

وَكَذَلِكَ مَا يَنْصُرُ مَا يَنْصُرَانِ مَا يَنْصُرُوْنَ... إِلَى آخِرِهِ
Demikian juga contoh: Maa Yanshuru – Maa Yanshurooni – Maa Yanshuruuna… seterusnya sampai akhir.

BAGIAN BAGIAN FI'IL MUDHARI

[ أَقْسَامُ الْفِعْلِ الْمُضَارِعِ ]
Bagian-bagian fi’il Mudhari’

وَالْمَبْنِيُّ لِلْفَاعِلِ مِنْهُ: مَا كَانَ حَرْفُ الْمُضَارَعَةِ مِنْهُ مَفْتُوْحًا. إِلاَّ مَا كَانَ مَاضِيْهِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَحْرُفٍ, فَإِنَّ حَرْفَ الْمُضَارَعَةِ مِنْهُ يَكُوْنُ مَضْمُوْمًا أَبَدًا؛ نَحْوُ: يُدَحْرِجُ, وَيُكْرِمُ, وَيُقَاتِلُ, وَيُفَرِّحُ. وَعَلاَمَةُ بِنَاءِ هَذِهِ اْلأَرْبَعَةِ لِلْفَاعِلِ: كَوْنُ الْحَرْفِ الَّذِيْ قَبْلَ آخِرِهِ مَكْسُوْرًا أَبَدًا.

Fi’il Mudhari mabni fa’il adalah huruf mudhara’ahnya berharkah Fathah. Kecuali Fi’il Mudhari’ yang bentuk Fi’il Madhinya berjumlah empat huruf, maka huruf mudhara’anya berharkah dhammah selamanya - contoh: Yudahriju, Yukrimu, Yuqaatilu, Yufarrihu. Tanda mabni fa’il ke-empat contoh ini, adalah huruf sebelum akhir berharkat kasrah selamanya.

مِثْالُهُ مِنْ يَفْعُلُ بِضَمِّ الْعَيْنِ : يَنْصُرُ يَنْصُرَانِ يَنْصُرُوْنَ, تَنْصُرُ تَنْصُرَانِ يَنْصُرْنَ, تَنْصُرُ تَنْصُرَانِ تَنْصُرُوْنَ, تَنْصُرِيْنَ تَنْصُرَانِ تَنْصُرْنَ , أَنْصُرُ نَنْصُرُ.

Contoh-contoh Fi’il Mudhari’ Mabni Fa’il dari wazan Yaf’ulu -dengan dhammahnya ‘ain fi’il: Yanshuru – Yanshurooni – Yanshuruuna, Tanshuru – Tanshurooni – Yanshurna, Tanshuru – tanshurooni – tanshuruuna, Tanshuriina – Tanshurooni – Tanshurna. Anshuru, Nanshuru.

وَقِسْ عَلَى هَذَا يَضْرِبُ وَيَعْلَمُ وَيُدَحْرِجُ وَيُكْرَمُ وَيُقَاتِلُ وَيُفَرِّحُ وَيَتَكَسَّرُ وَيَتَبَاعَدُ وَيَنْقَطِعُ وَيَجْتَمِعُ وَيَحْمَرُّ وَيَحْمَارُّ وَيَجْلَوِّذُ وَيَسْتَخْرِجُ وَيَعْشَوْشِبُ وَيَقْعَنْسِسُ وَيَسْلَنْقِي وَيَتَدَحْرَجُ وَيَحْرَنْجِمُ وَيَقْشَعِرُّ.

Dan kiaskanlah terhadap contoh tsb, untuk contoh: Yadhribu, Ya’lamu, Yudahriju, Yukromu, Yuqootilu, Yufarrihu, Yatakassaru, Yatabaa’adu, Yanqothi’u, Yajtami’u, Yahmarru, Yahmaarru, Yajlawwidu, Yastakhriju, Ya’syawsyibu, Yaq’ansisu, Yaslanqiy, Yatadahroju, Yahronjimu, Yaqsya’irru.

وَالْمَبْنِيُّ لِلْمُفْعُوْلِ مِنْهُ: مَا كَانَ حَرْفُ الْمُضَارَعَةِ مِنْهُ مَضْمُوْمًا وَمَا قَبْلَ اْلآخِرِ مِنْهُ مَفْتُوْحًا؛ نَحْوُ: يُنْصَرُ وَيُدَحْرَجُ وَيُكْرَمُ وَيُفَرَّحُ وَيُقَاتَلُ وَيُسْتُخْرَجُ.

Fi’il Mudhari Mabni Maf’ul adalah huruf mudhara’ahnya berharkah Dhammah dan huruf sebelum akhir berharkah Fathah. Contoh: Yunshoru, Yudahroju, Yukromu, Yufarrohu, Yuqootalu, Yustukhroju.

FASAL CONTOH-CONTOH PERUBAHAN KALIMAH FI'IL > FI'IL MUDHARI

[ الفِعْلُ الْمُضَارِعُ ]

Fi’il Mudhari’

وَاَمَّا الْمُضَارِعُ.. فَهُوَ مَا كَانَ فِيْ أَوَّلِهِ إِحْدَى الزَّوَائِدِ اْلأَرْبَعِ, وَهِيَ : الْهَمْزَةُ, وَالنُّوْنُ, وَالتَّاءُ, وَالْيَاءُ, يَجْمَعُهَا قَوْلُكَ : أَنَيْتَ أَوْ أَتَيْنَ أو نَأْتِيْ.

Adapun Fi’il Mudhari’.. adalah Fi’il (kata kerja) yang diawalnya ada salah-satu huruf zaidah yang empat, yaitu: Hamzah, Nun, Ta, dan Ya. Terkumpul oleh lafadz perkataanmu: أَنَيْتَ (anaitu) atau lafazh أَتَيْنَ (ataina) atau lafazh نَأْتِيْ (na’tii).

فَالْهَمْزَةُ لِلْمُتَكَلِّمِ وَحْدَهُ , وَالنُّوْنُ لَهُ إِذّا كَانَ مَعَهُ غَيْرُهُ, وَالتَّاءُ لِلْمُخَاطَبِ مُفْرَدًا , أَوْ مُثَنًّى, أَوْمَجْمُوْعًا, مُذَكَّرًا كَانَ, أَوْ مُؤَنَّثًا, وَلِلْغَائِبَةِ الْمُفْرَدَةِ, وَلِمُثَنَّاهَا.

- HAMZAH
untuk pembicara tunggal (mutakallim wahdah).

- NUN
untuk pembicara bilamana ada yg lain bersamanya (mutakallim ma’al ghair).

- TA
untuk orang kedua tunggal (mufrad mukhatab), atau dual (mutsanna mukhatab), atau jamak (majmu’ mukhatab), baik jenis laki-laki (mudzakkar) atau perempuan (muannats).
Juga untuk orang ketiga jenis perempuan tunggal (mufradah ghaibah) dan bentuk dualnya (ghaibataani).

وَالْيَاءُ لِلْغَائِبِ الْمُذَكَّرِ, مُفْرَدًا كَانَ, أَوْ مُثَنًّى, أَوْ مَجْمُوْعًا. وَلِجَمْعِ الْمُؤَنَّثَةِ الْغَائِبَةِ.

- YA
untuk orang ketiga laki-laki (mudzakkar ghaib), baik mufrad, mutsanna atau jamak.
Juga untuk orang ketiga jamak perempuan (jama’ muannats ghaibah).

وَهَذَا يَصْلُحُ لِلْحَالِ, وَاْلاِسْتِقْبَالِ, تَقُوْلُ : زَيْدٌ يَفْعَلُ اْلآنَ, وَيُسَمَّى حَالاً وَحَاضِرًا, أَوْ زَيْدٌ يَفْعَلُ غَدًا, وَيُسَمَّى مُسْتَقْبَلاً.

Fi’il Mudhari’ ini patut digunakan untuk zaman hal (sedang), dan untuk zaman istiqbal (akan datang). Contoh kamu berkata: زَيْدٌ يَفْعَلُ اْلآنَ (Zaidun yaf’alu al-aana) artinya: zaid sedang bekerja sekarang, maka dinamakan juga Fi’il Hal atau Hadir. Atau contoh زَيْدٌ يَفْعَلُ غَدًا (zaidun yaf’alu ghadan) artinya: zaid akan bekerja besok, maka dinamakan juga Fi’il Mustaqbal.

فَإِذَا أَدْخَلْتَ عَلَيْهِ السِّيْنَ, أَوْ سَوْفَ, فَقُلْتَ : سَيَفْعَلُ, أَوْ سَوْفَ يَفْعَلُ.. اخْتَصَّ بِزَمَانِ اْلاِسْتِقْبَالِ. وَإِذَا أَدْخَلْتَ عَلَيْهِ اللاَّمُ .. اخْتَصَّ بِزَمَانِ الْحَالِ.

Bilamana pada fi’il mudhari kamu memasukkan huruf sin (س) atau saufa (سَوْفَ) seperti ucapanmu: سَيَفْعَلُ (sayaf’alu) atau سَوْفَ يَفْعَلُ (saufa yaf’alu)… maka tertentu pada zaman istiqbal. Dan bilamana pada fi’il mudhari kamu memasukkan huruf lam (ل) )… maka tertentu pada hal.

FASAL CONTOH-CONTOH PERUBAHAN KALIMAH FI'IL > FI'IL MADHI

فَصْلٌ . فِيْ أَمْثِلَةِ تَصْرِيْفِ هَذِهِ اْلأَفْعَالِ

Fasal mengenai pembahasan contoh-contoh perubahan pada Fi’il-fi’il tsb:

الْفِعْلُ الْمَاضِيْ

1. Fi’il Madhi

أَمَّا الْمَاضِيْ.. فَهُوَ الْفِعْلُ الَّذِيْ دَلَّ عَلَى مَعْنًى وُجِدَ فِي الزَّمَانِ الْمَاضِيْ.

Adapun Fi’il Madhi adalah: kalimah fi’il (kata kerja) yang menunjukkan suatu arti yang terjadi pada masa lampau.

[ أَقْسَامُ الْفِعْلِ الْمَاضِيْ ]

Bagian-bagian Fi’il Madhi

فَالْمَبْنِيُّ لِلْفَاعِلِ مِنْهُ : مَا كَانَ أَوَّلُهُ مَفْتُوْحًا , أَوْ كَانَ أَوَّلُ مُتَحَرِّكٍ مِنْهُ مَفْتُوْحًا ؛ مِثَالُهُ : نَصَرَ نَصْرَا نَصَرُوْا نَصَرَتْ نَصَرَتَا نَصَرْنَ نَصَرْتَ نَصَرْتُمَا نَصَرْتُمْ نَصَرْتِ نَصَرْتُمَا نَصَرْتُنَّ نَصَرْتُ نَصَرْنَا. وَقِسْ عَلَى هَذَا الْفِعْلِ : أَفْعَلَ , وَفَعَّلَ , وَفَاعَلَ , وَفَعْلَلَ , وَتَفَعْلَلَ , وَتَفَاعَلَ , وَانْفَعَلَ , وَافْتَعَلَ , وَافْعَنْلَلَ , وَاسْتَفْعَلَ , وَافْعَلَلَّ , وَافْعَوْعَلَ , وَافْعَالَّ.

Adapun Mabni Fa’il dari Fi’il Madhi : adalah kalimah fi’il yang huruf awalnya di-fathah-kan, atau huruf awal berharakatnya di-fathahkan; contoh: نَصَرَ نَصْرَا نَصَرُوْا نَصَرَتْ نَصَرَتَا نَصَرْنَ نَصَرْتَ نَصَرْتُمَا نَصَرْتُمْ نَصَرْتِ نَصَرْتُمَا نَصَرْتُنَّ نَصَرْتُ نَصَرْنَا (NASHARA – NASHARAA – NASHARUU – NASHARAT – NASHARATAA – NASHARNA – NASHARTA – NASHARTUMAA – NASHARTUM – NASHARTI – NASHARTUMAA – NASHARTUNNA – NASHARTU – NASHARNAA. Dan qiaskanlah untuk contoh fi’il berikut ini: أَفْعَلَ AF’ALA, فَعَّلَ FA’’ALA, فَاعَلَ FAA’ALA, فَعْلَلَ FA’LALA, تَفَعْلَلَ TAFA’LALA, تَفَاعَلَ TAFAA’ALA, انْفَعَلَ INFA’ALA, افْتَعَلَ IFTA’ALA, افْعَنْلَلَ IF’ANLALA, اسْتَفْعَلَ ISTAF’ALA, افْعَلَلَّ IF’ALALLA, افْعَوْعَلَ IF’AU’ALA, dan افْعَالَّ IF’AALLA.

وَلاَ تَعْتَبِرْ حَرَكَاتِ اْلأَلِفَاتِ فِي اْلأَوَائِلِ , فَإِنَّهِا زَائِدَةٌ , تَثْبُتُ فِي اْلإِبْتِدَاءِ , وَتَسْقُطُ فِي الدَّرْجِ.

Dan janganlah mempertimbangkan Harakat alif pada semua permulaannya, sesungguhnya ia berupa Alif zaidah, stabil diawal pengucapan, dan gugur di tengah-tengah pengucapan.

- وَالْمَبْنِيُّ لِلْمَفْعُوْلِ مِنْهُ – وَهُوَ الْفِعْلُ الَّذِيْ لَمْ يُسَمَّ فَاعِلُهُ – مَا كَانَ أَوَّلُهُ مَضْمُوْمًا كَفُعِلَ , وَفُعْلِلَ , وَأُفْعِلَ , وَفُعِّلَ , وَفُوْعِلَ , وَتُفُعِّلَ , وَتُفُوْعِلَ , وَتُفُعْلِلَ

Adapun Mabni Maf’ul dari Fi’il Madhi – yaitu kata kerja yang tidak disebutkan fa’ilnya/subjeknya – : adalah kalimah fi’il yang huruf awalnya di-dhammah-kan ; contoh: فُعِلَ FU’ILA, فُعْلِلَ FU’LILA, َأُفْعِلَ UF’ILA, فُعِّلَ FU’’ILA, فُوْعِلَ FUU’ILA, تُفُعِّلَ TUFU’’ILA, تُفُوْعِلَ TUFUU’ILA dan تُفُعْلِلَ TUFU’LILA.

أَوْ مَا كَانَ أَوَّلُ مُتَحَرِّكٍ مِنْهُ مَضْمُوْمًا ؛ نَحْوُ افْتُعِلَ وَاسْتُفْعِلَ.

Atau kalimah fi’il yang huruf awal-berharakatnya didhammahkan; contoh: UFTU’ILA dan USTUF’ILA.وَهَمْزَةُ الْوَصْلِ تَتْبَعُ هَذَا الْمَضْمُوْمَ فِيْ الضَّمِّ .Dalam hal dhammahnya Hamzah Washal, ia mengikuti harakat huruf awal-berharkat yang didhammahkan.

وَمَا قَبْلَ آخِرِهِ يَكُوْنُ مَكْسُوْرًا أَبَدًا , تَقُوْلُ : نُصِرَ زَيْدٌ , وَاسْتُخْرِجَ الْمَالُ.

Fi’il Mabni Maf’ul (mabni majhul) huruf sebelum akhir selamanya di-kasrahkan, contoh kamu mengucapkan: نُصِرَ زَيْدٌ NUSHIRA ZAIDUN. dan اسْتُخْرِجَ الْمَالُ USTUKHRIJA AL-MAALU

PEMBAGIAN FI'IL PADA MUTA'ADDI DAN LAZIM

تَنْبِيْهٌ:

Perhatian :

[تَقْسِيْمُ الْفِعْلِ إِلَى مُتَعَدٍّ وَلاَزِمٍ]

Pembagian Fi’il pada Fi’il Muta’addi dan Fi’il Lazim.

الْفِعْلُ : إِمَّا مُتَعَدٍّ , وَهُوَ الَّذِيْ يَتَعَدَّى مِنَ الْفَاعِلِ إِلَى الْمَفْعُوْلِ بِهِ ؛ كَقَوْلِكَ : ضَرَبْتُ زَيْدًا , وَيُسَمَّى أَيْضًا : وَاِقعًا , وَمُجَاوِزًا.

Kalimah Fi’il itu: ada yang Muta’addi, yaitu kalimah fi’il yang melampaui/menjangkau dari Fa’il sampai ke Maf’ul Bih; seperti contoh perkataanmu: ضَرَبْتُ زَيْدًا DHARABTU ZAIDAN “aku memukul pada Zaid”. Dinamakan pula Fi’il Waqi’ (mengena) dan Fi’il Mujaawiz (mencapai).

وَإِمَّا غَيْرُ مُتَعَدٍّ , وَهُوَ الَّذِيْ لَمْ يَتَجَاوَزِ اْلفَاعِلَ إِلَى الْمَفْعُوْلِ بِهِ ؛ كَقَوْلِكَ حَسُنَ زَيْدٌ , وَيُسَمَّى أَيْضًا : لاَزِمًا وَغَيْرَ وَاقِعٍ.

Dan ada yang tidak Muta’addi, yaitu kalimah fi’il yang tidak menjangkaukan Fa’il kepada Maf’ul; seperti contoh perkataanmu: حَسُنَ زَيْدٌ HASUNA ZAIDUN “ Zaid telah baik”. Dinamakan pula Fi’il Lazim (tetap) dan Fi’il Ghair Waqi’ (tidak mengena).

وَتَعْدِيَتُهُ فِي الثُّلاَثِيِّ الْمُجَرَّدِ : بِتَضْعِيْفِ الْعَيْنِ , وَبِالْهمزةِ , كَقَوْلِكَ : فَرَّحْتُ زَيْدًا , وَأَجْلَسْتُهُ , وَبِحَرْفِ الْجَرِّ فِي الْكُلِّ ؛ نَحْوُ ذَهَبْتُ بِزَيْدٍ , وَانْطَلَقْتُ بِهِ.

Cara memuta’addikan Fi’il Lazim di dalam Fi’il Taulatsi Mujarrad yaitu : Dengan men-tadh’if-kan (melipat/mendobelkan) ‘Ain Fi’ilnya, atau dengan Hamzah, contoh perkataanmu: فَرَّحْتُ زَيْدًا FARRAHTU ZAIDAN “aku menggembirakan zaid, dan أَجْلَسْتُهُ AJLASTUHU “aku mendudukkannya”.Atau dengan huruf jar untuk semua (tsulatsi/ruba’i/mujarrad/mazid), contoh: ذَهَبْتُ بِزَيْدٍ DZAHABTU BI ZAIDIN “aku memberangkatkan zaid”, dan انْطَلَقْتُ بِهِ INTHALAQTU BI HI “aku memberangkatkannya”.

WAZAN-WAZAN FI'IL RUBA'I MAZID FIH

WAZAN-WAZAN FI'IL RUBA'I MAZID FIH

وَأَمَّا الرُّبَاعِيِّ الْمَزِيْدِ فِيْهِ فَأَمْثِلَتُهُ ثَلاَثَةٌ :

Adapun Ruba’i Mazid Fih.. maka contoh-contoh babnya ada tiga:

تَفَعْلَلَ ؛ كَتَدَحْرَجَ يَتَدَحْرَجُ تَدَحْرَجًا. وَافْعَنْلَلَ ؛ كَاحْرَنْجَمَ يَحْرَنْجِمُ احْرَنْجَامًا. وَافْعَلَلَّ ؛ كَاقْشَعَرَّ يَقْشَعِرُّ اقْشِعْرَارًا.

1. Wazan تَفَعْلَلَ (TAFA’LALA) ; contoh : تَدَحْرَجَ يَتَدَحْرَجُ تَدَحْرَجًا TADAHRAJA – YATADAHRAJU – TADAHRUJAN.
2. Wazan افْعَنْلَلَ (IF’ANLALA) ; contoh : احْرَنْجَمَ يَحْرَنْجِمُ احْرَنْجَامًا IHRANJAMA – YAHRANJIMU – IHRANJAAMAN.
3. Wazan افْعَلَلَّ (IF’ALALLA) ; contoh : اقْشَعَرَّ يَقْشَعِرُّ اقْشِعْرَارًا IQSYA’ARRA – YAQSYA’IRRU – IQSYI’RAARAN.

WAZAN-WAZAN FI'IL TSULATSI MAZID FIH

WAZAN-WAZAN FI'IL TSULATSI MAZID FIH

وَأَماَّ الثُّلاَثِيُّ الْمَزِيْدُ فِيْهِ.. فَهُوَ عَلَى ثَلاَثَةِ أَقْسَامٍ :

Adapun Tsulatsi Mazid Fih.. ia terbagi atas tiga bagian:

الأَوَّلُ : مَا كَانَ مَاضِيْهِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَحْرُفٍ, كَأَفْعَلَ ؛ نَحْوُ أَكْرَمَ يُكْرِمُ إِكْرَامًا. وَفَعَّلَ ؛ نَحْوُ: فَرَّحَ يُفَرِّحُ تَفْرِيْحًا. وَفَاعَلَ ؛ نَحْوُ: قَاتَلَ يُقَاتِلُ مُقَاتَلَةً وَقِتَالاً وَقِيْتَالاَ.

YANG PERTAMA : kalimah yang fi’il madhinya ada empat huruf, seperti wazan أَفْعَلَ AF’ALA ; contoh أَكْرَمَ يُكْرِمُ AKROMA YUKRIMU. Dan wazan فَعَّلَ FA’’ALA ; contoh : فَرَّحَ يُفَرِّحُ تَفْرِيْحًا FARROHA YUFARRIHU TAFRIIHAN. Dan wazan فَاعَلَ FAA’ALA; contoh قَاتَلَ يُقَاتِلُ مُقَاتَلَةً وَقِتَالاً وَقِيْتَالاَ QAATALA YUQAATILU MUQAATALATAN wa QITAALAN wa QIITAALAN.

وَالثَّانِيْ : مَا كَانَ مَاضِيْهِ عَلَى خَمْسَةِ أَحْرُفٍ : إِمَّا فِيْ أَوَّلِهِ التَّاءُ , مِثْلُ : تَفَعَّلَ ؛ نَحْوُ: تَكَسَّرَ يَتَكَسَّرُ تَكَسُّرًا. وَتَفَاعَلَ ؛ نَحْوُ : تَبَاعَدَ يَتَبَاعَدُ تَبَاعُدًا. وَإِمَّا فِيْ أَوَّلِهِ الْهَمْزَةُ , مِثْلُ : اِنْفَعَلَ ؛ نَحْوُ : اِنْقَطَعَ يَنْقَطِعُ اِنْقِطَاعًا. وَافْتَعَلَ ؛ نَحْوُ : اِجْتَمَعَ يَجْتَمِعُ اِجْتِمَاعًا. وَافْعَلَّ ؛ نَحْوُ اِحْمَرَّ يَحْمَرُّ اِحْمِرَارًا.

YANG KEDUA : kalimah yang fi’il madhinya ada lima huruf : baik di awalnya ada huruf Ta, seperti wazan تَفَعَّلَ (TAFA’’ALA) ; contoh : تَكَسَّرَ يَتَكَسَّرُ تَكَسُّرًا (TAKASSARA – YATAKASSARU – TAKASSURAN). Dan wazan تَفَاعَلَ (TAFAA’ALA) ; contoh : تَبَاعَدَ يَتَبَاعَدُ تَبَاعُدًا (TABAA’ADA – YATABAA’ADU – TABAA’UDAN). Atau di awalnya ada huruf hamzah, seperti wazan اِنْفَعَلَ (INFA’ALA) ; contoh : اِنْقَطَعَ يَنْقَطِعُ اِنْقِطَاعًا (INQATHA’A – YANQATHI’U – INQITHAA’AN). Dan wazan افْتَعَلَ (IFTA’ALA) ; contoh : اِجْتَمَعَ يَجْتَمِعُ اِجْتِمَاعًا (IJTAMA’A – YAJTAMI’U – IJTIMAA’AN). Dan wazan افْعَلَّ (IF’ALLA) ; contoh : اِحْمَرَّ يَحْمَرُّ اِحْمِرَارًا (IHMAARA – YAHMARRU – IHMIRAARAN)

وَالثَّالِثُ : مَا كَانَ مَاضِيْهِ عَلَىْ سِتَّةِ أَحْرُفٍ , مِثْلُ : اسْتَفْعَلَ ؛ نَحْوُ : اسْتَخْرَجَ يَسْتَخْرِجُ اسْتِخْرَاجًا. وَافْعَالَّ ؛ نَحْوُ : احْمَارَّ يَحْمَارُّ احْمِيْرَارًا. وَافْعَوْعَلَ ؛ نَحْوُ : اعْشَوْشَبَ يَعْشَوْشَبُ اعْشِيْشَابًا. وَافْعَنْلَلَ ؛ نَحْوُ : اقْعَنْسَسَ يَقْعَنْسِسُ اقْعِنْسَاسًا. وَافْعَنْلَى ؛ نَحْوُ : اسْلَنْقَى يَسْلَنْقِيْ اِسْلِنْقَاءً. وَافْعَوَّلَ ؛ نَحْوُ : اِجْلَوَّذَ يَجْلَوِّذُ اِجْلِوَّاذًا.

YANG KETIGA: kalimah yang Fi’il Madhinya ada enam huruf. Seperti wazan اسْتَفْعَلَ ISTAF’ALA ; contoh : اسْتَخْرَجَ يَسْتَخْرِجُ اسْتِخْرَاجًا ISTAKHRAJA – YASTAKHRIJU – ISTIKHRAAJAN. Dan wazan َافْعَالَّ IF’AALLA ; contoh : احْمَارَّ يَحْمَارُّ احْمِيْرَارًا IHMAARRA – YAHMAARRU – IHMIIRAARAN. Dan wazan افْعَوْعَلَ IF’AU’ALA ; contoh : اعْشَوْشَبَ يَعْشَوْشَبُ اعْشِيْشَابًا I’SYAUSYABA – YA’SYAUSYABU – I’SYIIBAABAN. Dan wazan َافْعَنْلَلَ IF’ANLALA ; contoh : اقْعَنْسَسَ يَقْعَنْسِسُ اقْعِنْسَاسًا IQ’ANSASA – YAQ’ANSISU – IQ’INSAASAN. Dan wazan افْعَنْلَى IF’ANLAA ; contoh : اسْلَنْقَى يَسْلَنْقِيْ اِسْلِنْقَاءً ISLANQAA – YASLANQII – ISLINQAA-AN. Dan wazan افْعَوَّلَ IF’AWWALA ; contoh : اِجْلَوَّذَ يَجْلَوِّذُ اِجْلِوَّاذًا IJLAWWADZA – IJLAWWADZU – IJLIWWAADZAN.

FI'IL RUBA'IY MUJARROD

FI'IL RUBA'IY MUJARROD

وَأَمَّا الرُّباَعِيُّ الْمُجَرَّدُ فَهُوَ بَابٌ وَاحِدٌ فَعْلَلَ كَدَحْرَجَ يُدَحْرِجُ دَحْرَجَةً وَدِحْرَاجًا

Adapun fi’il ruba’i mujarrad, ia mempunyai satu Bab yaitu فَعْلَلَ FA’LALA, seperti contoh دَحْرَجَ يُدَحْرِجُ دَحْرَجَةً وَدِحْرَاجًا DAHROJA YUDAHRIJU DAHROJATAN wa DIHROOJAN.

FI'IL TSULATSI MUJARRAD BAB 5

FI'IL TSULATSI MUJARRAD BAB 5

وَاِنْ كَانَ مَاضِيْهِ عَلَى وَزْنِ فَعُلَ مَضْمُوْمَ الْعَيْنِ فَمُضَارِعُهُ يَفْعُلُ بِضَمِّ اْلعَيْنِ نَحْوُ حَسُنَ يَحْسُنُ وَأَخَوَاتِهِ

Jika fi’il madhinya berwazan فَعُلَ (FA’ULA) yang didhammahkan ‘ain fi’ilnya, maka fi’il mudhari’nya berwazan يَفْعُلُ (YAF’ULU) dengan dhammah ‘ain fi’ilnya. contoh : حَسُنَ يَحْسُنُ (HASUNA YAHSUNU) dan saudara-saudaranya.

FI'IL TSULATSI MUJARRAD BAB 4


FI'IL TSULATSI MUJARRAD BAB 4

وَإِنْ كَانَ مَاضِيْهِ عَلَى وَزْنِ فَعِلَ مَكْسُوْرَ اْلعَيْنِ فَمُضَارِعُهُ يَفْعَلُ بِفَتْحِ اْلعَيْنِ نَحْوُ عَلِمَ يَعْلَمُ إِلاَّ مَا شَذَّ مِنْ نَحْوِ حَسِبَ يَحْسِبُ وَأَخَوَاتِهِ.

Jika fi’il madhinya berwazan فَعِلَ (FA’ILA) yang di kasrahkan ‘ain fi’ilnya, maka fi’il mudhari’nya berwazan يَفْعَلُ (YAF’ALU) dengan fathah ‘ain fi’ilnya. contoh عَلِمَ يَعْلَمُ (‘ALIMA YA’LAMU), kecuali yang syadz dari contoh: حَسِبَ يَحْسِبُ (HASIBA YAHSIBU) dan saudara-saudaranya.

TSULATSI MUJARRAD BAB 3

الْبَابٌ الثَّالِثُ

TSULATSI MUJARRAD BAB 3


وَيَجِيْءُ عَلَى وَزْنِ يَفْعَلُ بِفَتْحِ الْعَيْنِ إِذَا كَانَ عَيْنُ فِعْلِهِ أَوْ لاَمُهُ حَرْفاً مِنْ حُرُوْفِ الْحَلْقِ وَهِيَ سِتَّةٌ الهَمْزَةُ وَاْلهاَءُ وَاْلعَيْنُ وَاْلحاَءُ وَاْلغَيْنُ وَاْلخاَءُ نَحْوُ سَأَلَ يَسْأَلُ وَمَنَعَ يَمْنَعُ وَأَبىَ يَأْبىَ شَاذٌّ.

Fi’il Mudhari (dari Fi’il madhi tsulatsi mujarrad yg ‘Ain fi’ilnya berharakat Fathah) juga datang dengan wazan يَفْعَلُ YAF’ALU dg Fathah ‘Ain Fi’ilnya, ini bilamana ‘Ain Fi’il atau Lam Fi’ilnya berupa huruf dari salahsatu huruf-huruf Halaq. Yaitu :ء – هـ – ع – ح – غ – خ (Hamzah, Ha’, ‘Ain, Ha, Ghain, Kha), contoh سَأَلَ يَسْأَلُ SA-ALA YAS-ALU, مَنَعَ يَمْنَعُ MANA’A YAMNA’U sedangkan contoh أَبىَ يَأْبىَ ABAA YA’BAA adalah syadz.

TSULATSI MUJARRAD BAB 1 DAN 2

الْبَابٌ الأوَّلٌ وَالثَّانِيْ

TSULATSI MUJARRAD BAB 1 DAN 2

أَمَّا الثُّلاَثِيُّ الْمُجَرَّدُ فَإِنْ كَانَ مَاضِيْهِ عَلَى وَزْنِ فَعَلَ مَفْتُوْحَ الْعَيْنِ فَمُضَارِعُهُ يَفْعُلُ أَوْ يَفْعِلُ بِضَمِّ الْعَيْنِ أَوْ كَسْرِهَا نَحْوُ نَصَرَ يَنْصُرُ وَضَرَبَ يَضْرِبُ

Adapun Fi’il Tsulatsi Mujarrad, jika pada Fi’il Madhinya berwazan فَعَلَ (FA’ALA) yang difathahkan ‘Ain Fi’ilnya. Maka pada Fi’il Mudhari’nya berwazan يَفْعُلُ (YAF’ULU) atau يَفْعِلُ (YAF’ILU); dengan dhammah ‘Ain Fi’ilnya atau dikasrahkannya. Contoh: نَصَرَ يَنْصُرُ (NASHARA YANSHURU) dan ضَرَبَ يَضْرِبُ DHARABA YADHRIBU.

APA ITU NAHWU DAN SHOROF?

NAHWU adalah kaidah-kaidah Bahasa Arab untuk mengetahui bentuk kata dan keadaan-keadaannya ketika masih satu kata (Mufrod) atau ketika sudah tersusun (Murokkab). Termasuk didalamnya adalah pembahasan SHOROF. Karena Ilmu Shorof bagian dari Ilmu Nahwu, yang ditekankan kepada pembahasan bentuk kata dan keadaannya ketika mufrodnya.

Jadi secara garis besar, pembahasan Nahwu mencakup pembahasan tentang bentuk kata dan keadannya ketika belum tersusun (mufrod) , semisal bentuk Isim Fa’il mengikuti wazan فاعل, Isim Tafdhil mengikuti wazan أفعل, berikut keadaan-keadaannya semisal cara mentatsniyahkan, menjamakkan, mentashghirkan dll. Juga pembahasan keadaan kata ketika sudah tersusun (murokkab) semisal rofa’nya kalimah isim ketika menjadi fa’il, atau memu’annatskan kalimah fi’il jika sebelumnya menunjukkan Mu’annats dll.

Satu kata dalam Bahasa Arab disebut Kalimah (الكَلِمَة) yaitu satu lafadz yang menunjukkan satu arti.

Kalimat atau susunan kata dalam Bahasa Arab disebut Murokkab (المُرَكَّب). Jika kalimat / susunan kata tersebut telah sempurna, atau dalam kaidah nahwunya telah memberi pengertian dengan suatu hukum ” Faidah baiknya diam” maka kalimat sempurna itu disebut Kalam (الكَلاَم) atau disebut Jumlah (الجُمْلَة).

Kalimah-kalimah dalam Bahasa Arab, diringkas menjadi tiga macam:

1. Kalimah Fiil (الفِعْلُ) = Kata kerja

2. Kalimah Isim (الإِسْمُ) = Kata Benda

3. Kalimah Harf (الحَرْفُ) = Kata Tugas.

Khusus untuk Kalimah Fi’il, bisa dimasuki: قد, س, سوف, Amil Nashob ان dan saudara-saudaranya, Amil Jazm, Ta’ Fa’il, Ta’ Ta’nits Sakinah, Nun Taukid, Ya’ Mukhotobah.

Khusus untuk Kalimah Isim, bisa dimasuki: Huruf Jar, AL, Tanwin, Nida’, Mudhof, Musnad.

Khusus untuk Kalimah Harf, terlepas dari suatu yang dikhusukan kepada Kalimah Fiil dan Kalimah Isim.

Menurut wazannya, asal Kalimah terdiri dari tiga huruf, 1. Fa’ fi’il, 2. ‘Ain Fi’il, 3. Lam Fi’il (َفَعَل). Apabila ada tambahan asal, maka ditambah 4. Lam fi’il kedua (َفَعْلَل). Apabila ada tambahan huruf bukan asal. maka ditambah pula pada wazannya dengan huruf tambahan yang sama, semisal ٌمُسْلِم ada tambahan huruf Mim didepannya, maka ikut wazan مُفْعِلٌ


DEFINISI SALIM MENURUT ULAMA SHARAF

المَعْنىَ بِالسَّلِمِ عِنْدَ الصَّرْفِيِّيْنَ

DEFINISI SALIM MENURUT ULAMA SHARAF

وَنَعْنِيْ بِالسَّالِمِ مَا سَلِمَتْ حُرُوْفُهُ اْلاَصْلِيَّةُ الَّتِيْ  تُقَابَلُ بِالْفَاءِ وَالْعَيْنِ وَالاَّمِ مِنْ حُرُوْفِ الْعِلَّةِ وَالْهَمْزَةِ وَالـتَّضْعِيْفِ.

Kami mengartikan SALIM : adalah kalimah yang huruf-huruf aslinya yang menduduki Fa' Fi'il, 'Ain Fi'il dan Lam Fi'il, selamat daripada huruf Illah, Hamzah atau Tadh'if.

MENGAPA HARUS BELAJAR NAHWU?

Tahukan anda, mengapa kita harus belajar Nahwu-Shorof? Tiada alasan bagi kita seorang muslim dari bangsa Indonesia yg asalnya tidak tahu apapun tentang ilmu nahwu dan kaidah-kaidah bahasa arab, kecuali kita harus memulai mempelajari ilmu ini, sebelum kita mempelajari ilmu-ilmu lain.

Dalam Nadzam Ajrumiyyah disebutkan

وَالنَّحْوُ أَوْلَى أَوَّلاً أَنْ يُعْلَمَا × إذِ الْكَلاَمُ دونَهُ لَنْ يُفْهَمَا

"Ilmu nahwu adalah yang lebih utama untuk dipelajari terlebih dahulu.. sebab kalam tanpa ilmu nahwu tak akan bisa dimengerti".

Ilmu nahwu sebagai ilmu alat atau wasilah perantara yang menentukan kefahaman terhadap Nash-nash wahyu Al-Qu'an, AL-Hadits, Atsar Shahabah dan Qaul Ulama'. Memang ilmu nahwu bukanlah dzat ilmu syari'ah, tapi ilmu nahwu merupakan wadahnya ilmu syariah itu sendiri.

Seorang pelajar tidak akan mungkin sampai pada penguasaaan ilmu syari'at dengan kefahaman yang shahih. Kecuali ia mempunyai bekal ilmu nahwu kaidah tata bahasa arab.

Terdapat dua fungsi utama kegunaan dalam penguasaan ilmu nahwu ini. Yang tentunya harus dimiliki oleh seoarang pelajar Islam.

> selamat dari kesalahan pengucapan, penulisan dan pembacaan.> mengerti secara shahih terhadap nash-nash Kalamullah dan Kalamunnas. Sehingga memungkinkan untuk mempelajari ilmu-ilmu syari'at dari ulumul Qu'ran, ulumul Hadits dan ulumul Fiqh. Seterusnya kita bisa mengajarkan ilmu kita kepada orang lain, baik ilmu nahwu atau ilmu-ilmu yg lain.

Seiring berjalannya waktu semoga kita selalu mendapat Taufiq serta HidayahNya. Amin.

Kami sebagai Adimin Grup ini. Mohon ma'af jika banyak kesalahan dan kekurangan. Mari perbanyaklah berdo'a dan bertaqwa kepada Allah agar kita diberi kemudahan oleh-Nya Subhanahu Wata'aala, telah berfirman:

يا أيها الذين آمنوا إن تتقوا الله يجعل لكم فرقانا ويكفر عنكم سيئاتكم ويغفر لكم والله ذو الفضل العظيم

Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS Al-Anfaal 29).

واتقوا الله ويعلمكم الله والله بكل شيء عليم

.. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al-Baqarah 282).

BAB LAA - MUNADA - MAF'UL MIN AJLIH - MAF'UL MA'AH - ISIM-ISIM MAHFUZHAAT

باب لاBab Laa (penafian)

إِعلم أن (( لا )) تنصب النكرات بغير تنوين إذا باشرت النكرة ولم تتكرر (( لا )) نحو : (( لا رجل في الدار )) .

Ketahuilah! Bahwa apabila laa (laa Nafiah, Laa penafian) bertemu langsung dengan isim nakirah maka laamenashabkan isim nakirah dengan tanpa tanwin dan laa tidak berulang-ulang. Contohnya:لَا رَجُلَ فِي اَلدَّارِ(tidak ada seorang pria di dalam rumah)

فإن لم تباشرها وجب الرفع ووجب تكرار (( لا )) نحو : (( لا في الدار رجلٌ ولا امرأةٌ ))

Jika laa tidak bertemu langsung dengan nakirah maka laa wajib diulang-ulang.Contohnya :لَا فِي اَلدَّارِ رَجُلٌ وَلَا اِمْرَأَةٌ(Tidak ada seorang pria di dalam rumah, tidak pula wanita)

فإن تكررت جاز إعمالها وجاز إلغاؤها فإن شئت قلت : (( لا رجل في الدار ولا امرأةً ))

Jika laa berulang-ulang (juga bertemu langsung dengan nakirah), maka boleh mengamalkannya (menjadikan laa sebagai amil yang menashabkan) atau menyia-nyiakannya. Maka jika kamu suka, kamu katakan :لَا رَجُلَ فِي اَلدَّارِ وَلَا اِمْرَأَةَ(Tidak ada seorang pria di dalam rumah, tidak pula wanita)

وإن شئت قلت : (( لا رجل في الدار ولا امرأةٌ )) .

Dan jika kamu suka, kamu katakan:لَا رَجُلٌ فِي اَلدَّارِ وَلَا اِمْرَأَةٌ”.(Tidak ada seorang pria di dalam rumah, tidak pula wanita)

باب المنادى

Bab Munada (Kata yang dipanggil)

المنادى خمسة أنواع : المفرد العلم والنكرة المقصودة والنكرة غير المقصودة والمضاف والتشبيه بالمضاف .

Munada itu ada lima, yaitu :1. المفرد اَلْعَلَمُ (nama-nama)2. النَّكِرَةُ اَلْمَقْصُودَةُ (nakirah yang termaksud)3. النَّكِرَةُ غَيْرُ اَلْمَقْصُودَةِ (nakirah yang tidak termaksud)4. الْمُضَافُ (Mudhaf)5. الشَّبِيهُ بِالْمُضَافِ (yang menyerupai mudhaf)

فإما المفرد العلم و النكرة المقصودة فيبنيان على الضم من غير تنوين نحو (( يا زيد )) و (( يا جل ))Adapun mufrad ‘alam dan nakirah maqsudah maka ia dimabnikan atas dhammah dengan tanpa tanwin contohnya:يَا زَيْدُ وَيَا رَجُل(wahai Zaid… , Wahai seorang pria…)

والثلاثة الباقية منصوبة لاغير .Dan tiga munada sisanya itu tidak lain dinashabkan.

باب المفعول من أجله

Bab Maf’ul min Ajlih

وهو الاسم المنصوب الذي يذكر بيانا لسبب وقوع الفعل

Maf’ul min ajlih termasuk isim yang dinashabkan yang disebut untuk menjelaskan sebab-sebab terjadinya suatu perbuatan

نحو قولك (( قام زيدٌ إجلالاً لعمروٍ )) و (( قصدتك ابتغاء معروفك )) .

Contohnya :قَامَ زَيْدٌ إِجْلَالًا لِعَمْرٍو وَقَصَدْتُكَ اِبْتِغَاءَ مَعْرُوفِكَ. (Zaid telah berdiri untuk memuliakan ‘Amr, Aku mendekatimu karena mengharapkan kebaikanmu)

باب المفعول معه

Bab Maf’ul Ma’ah

وهو : الاسم المنصوب الذي يذكر لبيان من فعل معه الفعل

Maf’ul ma’ah termasuk isim yang dinashabkan yang disebut untuk menjelaskan penyertaan seseorang atau sesuatu dalam suatu perbuatan.

نحو قولك : ((جاء الأمير والجيش )) و (( استوى الماء والخشبة )) .

Contohnya :جَاءَ اَلْأَمِيرُ وَالْجَيْشَ وَاِسْتَوَى اَلْمَاءُ وَالْخَشَبَةَ (Seorang pemimpin telah datang bersama tentaranya, Air mengalir bersama kayu)

وأما خبر (( كان )) وأخواتها واسم (( إن )) وأخواتها فقد تقدم ذكرهما في المرفعات والتوابع ؛ فقد تقدمت هناك .

Adapun pembahasan tentang “khabar kaana” dan “saudara-saudara kaana” dan “isim inna” dan “saudara-saudara inna” maka sungguh telah diberikan penjelasannya pada bab isim-isim yang di-rafa’a-kan begitu juga dengan pembahasan kata pengikut yang di-nashab-kan (na’at, ‘athaf, taukid, badal) telah dijelaskan disana.

باب المخفوظات من الأسماء

Bab Isim-isim yang Di-khafadh-kan (dijarkan)

المخفوظات ثلاثة أنواع : مخفوض بالحرف ومخفوض بالإضافة وتابع للمخفوض .

Isim-isim yang dikhafadhkan itu ada tiga bagian :1. Dikhafadhkan dengan huruf khafadh2. Dikhafadhkan dengan idhafah3. Dikhafadhkan karena mengikuti yang sebelumnya

فأما المخفوض بالحرف فهو : ما يخفض بمن وإلى وعن وعلى وفي وربّ والباء والكاف واللام وحروف القسم

Adapun yang dijarkan dengan huruf khafadh yaitu apa-apa yang dijarkan dengan huruf:مِنْ(dari), إِلَى(ke), عَنْ (dari), عَلَى(di atas),فِي (di), رُبَّ (jarang), بِ (dengan), كَ (seperti), لِ (untuk) dan dengan huruf sumpahوهي : الواو والباء والتاءhuruf sumpah yaitu: اَلْوَاوُ, الْبَاءُ, التَّاءُِ (ketiganya bermakna sumpah: demi)أو بواو ربَّ وبمذْ ومنذُ .atau dengan: مُذْ, (sejak) وَمُنْذُ (sejak)

وأما ما يخفض بالإضافة، فنحو قولك: «غلامُ زيدٍ»

Adapun yang dijarkan dengan idhafah maka contohnya: غُلَامُ زَيْدٍ (pembantu Zaid)

وهو على قسمين: ما يُقَدَّرُ باللام، وما يُقَدرُ بمن؛

dan yang dijarkan dengan idhafah itu ada dua:1. yang di-taqdir-kan dengan lam dan 2. yang di-taqdir-kan dengan min.

فالذي يقدر باللام نحو «غلامُ زيدٍ»

Maka yang di-taqdir-kan dengan lam (bagi, kepunyaan) contohnya: غُلَامُ زَيْدٍ (pembantu (milik) Zaid)

والذي يقدرُ بِمِن، نحو «ثوبُ خَزٍّ» و «بابُ ساجٍ» و «خاتَمُ حديد» وما أشبه ذلك

Dan yang di-taqdir-kan dengan min (dari) contohnya: ثَوْبُ خَزٍّ (Baju (dari) sutera), بَابُ سَاجٍ (pintu (dari) kayu jati), خَاتَمُ حَدِيدٍ (Cincin (dari) besi). Dan contoh lain yang serupa.

تم بحمد الله

Telah tamat, Alhamdulillah…..

اللهم لا علم لنا الا ما علمتنا انك انت العليم الحكيم. اللهم انفعنا بما علمتنا وعلمنا ما ينفعنا وزدنا علما. اللهم اجعل عملنا هذا خالصاً لوجهك الكريم، وتقبله منا إنك أنت السميع العليم واغفر لنا وللسامعين والمشاهدين إنك ولى ذلك والقادر عليه. وصلِّ اللهم وسلم وبارك على من أرسلته رحمة للعالمين نبينا محمد وعلى آله وصحابته أجمعين . ربنا تقبل منا ببركة الفاتحة.

(silahkan baca fatehah…)

PEMBAGIAN KALIMAH FI'IL

ثُمَّ الْفِعْلُ اِمَّا ثُلاَثِيٌّ وَاِمَّا رُباَعِيٌّ وَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا اِمَّا مُجَرَّدٌ أَوْ مَزِيْدٌ فِيْهِ وَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهَا إِمَّا سَالِمٌ أَوْ غَيْرُ سَالِمٍ

Kemudian Fi’il itu, satu sisi: ada yang berbangsa tiga huruf (Tsulatsiy), dan pada sisi yang lain: ada yang berbangsa empat huruf (Ruba’iy). Dan masing-masing dari kedua bangsa itu, adakalanya Mujarrad atau adakalanya Mazid. Dan tiap-tiap satu dari semuanya, baik ada yang Salim atau ada yang Ghair Salim.

ISIM YG DINASHABKAN – MAF'UL BIH – MASDAR/MAF'UL MUTHLAQ - ZHARAF – HAAL – TAMYIZ - ISTITSNA

باب منصوبات الأسماء
Bab Isim-isim Yang dinashabkan

المنصوبات خمسة عشر : وهي المفعول به والمصدر وظرف المكان والزمان والحال والتمييز والمستثنى واسم لا والمنادى والمفعول من أجله والمفعول معه وخبر كان وأخواتها واسم إن وأخواتها .
والتابع للمنصوب وهو أربعة أشياء : النعت والعطف والتوكيد والبدل .

Isim-isim yang dinashabkan itu ada lima belas:
1. Maf’ul bih
2. Mashdar
3. Dzharaf zaman
4. Dzharaf makan
5. Hal
6. Tamyiz
7. Mustatsna
8. Isim Laa
9. Munada
10. Maf’ul min ajlih
11. Maf’ul ma’ah
12. Khabar kaana
13. Isim inna
14. khabar dari isim yang semisal  kaana dan isim dari isim yang semisal  inna
15. Pengikut dari yang di-nashab-kan, yaitu ada empat : na’at, ‘athaf, taukid, dan badal

باب المفعول به
Bab Maf’ul bih (objek)

وهو : الاسم المنصوب الذي يقع عليه الفعل نحو قولك : ضربت زيداً وركبت الفرس .
Maf’ul bih termasuk isim yang di-nashab-kan yang dikenakan padanya suatu perbuatan. Contohnya : ضَرَبْتُ زَيْدًا, وَرَكِبْتُ اَلْفَرَسَ  (Aku telah memukul Zaid, Aku telah menunggangi kuda)
وهو قسمان : ظاهر ومضمر .
Maf’ul bih itu ada dua jenis:
maf’ul bih dzhahir dan
maf’ul bih dhamir.

فالظاهر ما تقدم ذكره ، والمضمر قسمان : متصل ومنفصل .
Maf’ul bih dzhahir telah dijelaskan sebelumnya (pada contoh di atas), sedangkan maf’ul bih dhamir itu terbagi menjadi dua:
Muttashil (bersambung)
Munfashil (terpisah)

فالمتصل اثنا عشر وهي : ضربني وضربنا وضربك وضربكما وضربكم وضربكن وضربه وضربها وضربهما وضربهم وضربهن .
Maf’ul bih dhamir muttashil ada dua belas, yaitu :
ضَرَبَنِي, وَضَرَبَنَا, وَضَرَبَكَ, وَضَرَبَكِ, وَضَرَبَكُمَا, وَضَرَبَكُمْ, وَضَرَبَكُنَّ, وَضَرَبَهُ, وَضَرَبَهَا, وَضَرَبَهُمَا, وَضَرَبَهُمْ, وَضَرَبَهُنَّ

Dia (lk) telah memukul aku, Dia (lk) telah memukul kami,  Dia (lk) telah memukul kamu (lk),  Dia (lk) telah memukul kamu (pr),  Dia (lk) telah memukul kalian berdua,  Dia (lk) telah memukul kalian (lk),  Dia (lk) telah memukul kalian (pr),  Dia (lk) telah memukulnya (lk),  Dia (lk) telah memukulnya (pr),  Dia (lk) telah memukul mereka berdua,  Dia (lk) telah memukul mereka (lk), Dia (lk) telah memukul mereka (pr)

والمنفصل اثنا عشر وهي : إياي وإيانا وإياك وإياكما وإياكم وإياكن وإياه وإياها وإياهما وإياهم وإياهن .

Maf’ul bih dhamir munfashil ada dua belas, yaitu:
إِيَّايَ, وَإِيَّانَا, وَإِيَّاكَ, وَإِيَّاكِ, وَإِيَّاكُمَا, وَإِيَّاكُمْ, وَإِيَّاكُنَّ, وَإِيَّاهُ, وَإِيَّاهَا, وَإِيَّاهُمَا, وَإِيَّاهُمْ, وَإِيَّاهُنَّ.

باب المصدر
Bab Mashdar

المصدر هو : الاسم المنصوب الذي يجئ ثالثا في تصريف الفعل نحو : ضرب يضرب ضربا.
Mashdar adalah isim yang di-nashab-kan yang menempati tempat ketiga dalam tashrif fi’il. Contohnya : ضَرَبَ يَضْرِبُ ضَرْبًا (telah memukul – sedang memukul – pukulan)

باب المفعول المطلق
Bab Maf'ul Muthlaq

وهو قسمان : لفظي ومعنوي
Maf'ul Muthlaq/Mashdar terbagi dua :
1. Lafdzhy
2. Ma’nawy

 فإن وافق لفظه لفظ فعله فهو لفظي نحو : قتلته قتلا
Mashdar Lafdzhy
Jika lafazdh mashdarnya sama dengan lafadzh fi’ilnya maka itu termasuk mashdar lafdzhy contohnya : قَتَلْتُهُ قَتْلًا (aku benar-benar membunuhnya)

 وإن وافق معنى فعله دون لفظه فهو معنوي نحو : جلست قعوداً , وقمت وقوفاً , وما أشبه ذلك .
Mashdar Ma’nawy
Jika yang sama maknanya saja  tetapi lafadznya tidak sama, maka itu adalah mashdar ma’nawy. Contohnya : جَلَسْتُ قُعُودًا, ، وقمت وُقُوفًا (aku benar-benar duduk, aku benar-benar berdiri)

باب ظرف الزمان و ظرف المكان
Bab zharaf Zaman (keterangan waktu) dan zaharaf Makan (keterangan tempat)

ظرف الزمان هو : اسم الزمان المنصوب بتقدير (( في )) نحو اليوم والليلة وغدوة وبكرة وسحرا وغدا وعتمة وصباحا ومساء وأبدا وأمدا وحينما .وما أشبه ذلك .
zharaf zaman itu adalah isim zaman yang dinashabkan dengan taqdir maknanya fi (pada, di). Contoh zharaf zaman :
اَلْيَوْمِ, اللَّيْلَةِ, غَدْوَةً, بُكْرَةً, سَحَرًا, غَدًا, عَتَمَةً, صَبَاحًا, مَسَاءً, أَبَدًا, أَمَدًا, حِينًا
(di pagi hari, di malam hari, di pagi hari, di pagi hari, di waktu sahur, besok, di waktu malam, di waktu shubuh, di sore hari, selama-lamanya, besok-besok, suatu ketika)

وظرف المكان هو : اسم المكان المنصوب بتقدير (( في )) نحو : أمام وخلف وقدّام ووراء وفوق وتحت وعند وإزاء وحذاء وتلقاء وثم وهنا . وما أشبه ذلك .
zharaf makan adalah isim makan yang dinashabkan dengan taqdir maknanya fi (pada, di). Contohnya:
أَمَامَ, خَلْفَ, قُدَّامَ, وَرَاءَ, فَوْقَ, تَحْتَ, عِنْدَ, مَعَ, إِزَاءَ, حِذَاءَ, تِلْقَاءَ, ثَمَّ, هُنَا
(di depan, di belakang, di depan, di belakang, di atas, di bawah, di sisi, bersama, di depan, di depan, di depan, di sana , di sini)

باب الحال
Bab Haal (Keterangan Kondisi)

الحال هو : الاسم المنصوب المفسر لما أنبهم من الهيئات
Haal termasuk isim yang dinashabkan yang menjelaskan tata cara atau keadaan  yang sebelumnya samar.

 نحو : (( جاء زيد راكباً )) و (( ركبت الفرس مسرجاً )) و (( لقيت عبد الله راكبا )) وما أشبه ذلك .

Contohnya :
جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا” وَ”رَكِبْتُ اَلْفَرَسَ مُسْرَجًا” وَ”لَقِيتُ عَبْدَ اَللَّهِ رَاكِبًا”
(Zaid telah datang dengan berkendaraan, aku menunggangi kuda yang berpelana, Aku menjumpai ‘Abdullah sedang berkendaraan)

ولا يكون إلا نكرة ولا يكون إلا بعد تمام الكلام ولا يكون صاحبها إلا معرفة .

Haal itu harus nakirah dan haal itu hanya terjadi setelah kalimat nya sempurna dan shahibul haal itu pasti ma’rifat

باب التمييز
Bab Tamyiz (Keterangan Zat)

التمييز هو : الاسم المنصوب المفسر لما أنبهم من الذوات
Tamyiz termasuk isim yang dinashabkan yang menjelaskan zat yang sebelumnya samara

 نحو قولك : ((تصبب زيد عرقا )) و (( تفقأ بكر شحما )) و (( طاب محمد نفسا )) و (( اشتريت عشرين كتابا )) و (( ملكت تسعين نعجة )) و (( زيد أكرم منك أبا )) و (( أجمل منك وجها )) .

Contohnya :
“تَصَبَّبَ زَيْدٌ عَرَقًا”, وَ”تَفَقَّأَ بَكْرٌ شَحْمًا” وَ”طَابَ مُحَمَّدٌ نَفْسًا” وَ”اِشْتَرَيْتُ عِشْرِينَ غُلَامًا” وَ”مَلَكْتُ تِسْعِينَ نَعْجَةً” وَ”زَيْدٌ أَكْرَمُ مِنْكَ أَبًا” وَ”أَجْمَلُ مِنْكَ وَجْهًا”
(keringat zaid mengalir, lemak Bakr berlapis-lapis, badan Muhammad wangi, aku membeli 20 budak, aku memiliki 90 ekor kambing, Bapaknya Zaid lebih mulia dari mu, dan wajah Zaid lebih tampan darimu)


ولا يكون إلا نكرة ولا يكون إلا بعد تمام الكلام .

Tamyiz itu harus nakirah dan tamyiz hanya terjadi setelah kalimat nya sempurna

باب الاستثناء
Bab Istitsna (pengecualian)

وحرف الاستثناء ثمانية وهي : إلا وغير وسِوى وسُوى وسواء وخلا وعدا وحاشا .

Huruf istitsna itu ada delapan, yiatu :
إِلَّا, غَيْرُ, سِوَى, سُوَى, سَوَاءٌ, خَلَا, عَدَا, حَاشَا  
(semuanya bermakna kecuali / selain)

فالمستثنى بإلا ينصب إذا كان الكلام تاما موجبا نحو : (( قال القوم إلا زيدا )) و (( خرج الناس إلا عمرا ))

Maka mustatsna (kalimat yang di istitsnakan) dengan huruf illaa dinashabkan jika kalamnya taam mujab contohnya  :
قَامَ اَلْقَوْمُ إِلَّا زَيْدًا” وَ”خَرَجَ اَلنَّاسُ إِلَّا عَمْرًا
(Semua orang selain Zaid telah berdiri, Semua orang selain ‘Amr telah keluar)

 وإن كان الكلام منفيا تاما جاز فيه البدل و النصب على الاستثناء نحو: (( ما قام القوم إلا زيدٌ )) و (( إلا زيدا ))
Jika kalamnya manfiy taam, maka boleh menjadikannya badal atau menashabkannya
karena istitsna contohnya :
مَا قَامَ اَلْقَوْمُ إِلَّا زَيْدٌ وَ مَا قَامَ اَلْقَوْمُ إِلَّا زَيْدًا
(keduanya bermakna sama, semua orang selain Zaid tidak berdiri)
 وإن كان الكلام ناقصا كان على حسب العوامل نحو : ((ما قام إلا زيدٌ )) و (( ما ضربت إلا زيداً )) و (( ما مررت إلا بزيد )).

Jika kalamnya naaqish (kurang), maka i’rabnya sesuai dengan amil-amilnya,. Contohnya:
“مَا قَامَ إِلَّا زَيْدٌ” وَ”مَا ضَرَبْتُ إِلَّا زَيْدًا” وَ”مَا مَرَرْتُ إِلَّا بِزَيْدٍ
(Tidak berdiri kecuali Zaid, Tidaklah aku pukul kecuali Zaid, tidak lah aku berjalan kecuali bersama zaid )

والمستثنى بسِوى وسُوى وسواء وغير مجرور لاغير .

Mustatsna dengan kata siwaa, suwaa, sawaa-u dan ghairu maka dijarkan (selamanya) tanpa kecuali.
والمستثنى بخلا وعدا وحاشا يجوز نصبه وجره نحو : (( قام القوم خلا زيداً , وزيد )) و (( عدا عمرا و عمرو )) و ((حاشا بكراً و بكرٍ )) .

Mustatsna dengan kata khalaa, ‘adaa, dan haasyaa maka boleh kita menashabkannya atau menjarkannya. Contohnya :
قَامَ اَلْقَوْمُ خَلَا زَيْدًا وَ قَامَ اَلْقَوْمُ خَلَا زَيْدٍ
قَامَ اَلْقَوْمُ عَدَاعَمْرًا وَ قَامَ اَلْقَوْمُ عَدَاعَمْرٍو
قَامَ اَلْقَوْمُ حَاشَا بَكْرًا و قَامَ اَلْقَوْمُ حَاشَا َبَكْرٍ
(Semua orang berdiri kecuali Zaid, ‘Amr, dan Bakr)